Rumah Produksi Sagu di Papua: Dorong Ekonomi Masyarakat Kampung Yoboi
Direktorat Jenderal Perkebunan RI, bersama FAO UN dan mitra lainnya, membangun rumah produksi sagu di Kampung Yoboi, Papua, guna meningkatkan efisiensi pengolahan dan pendapatan masyarakat setempat.
Jayapura, 10 Februari 2024 - Sebuah terobosan baru hadir di Kampung Yoboi, Kabupaten Jayapura, Papua. Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan RI, berkolaborasi dengan berbagai pihak, telah membangun sebuah rumah produksi sagu yang diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat setempat. Kehadiran rumah produksi ini menandai langkah nyata dalam meningkatkan kesejahteraan warga melalui pengolahan sagu yang lebih efisien dan bernilai tambah.
Meningkatkan Efisiensi Pengolahan Sagu
Ketua Kelompok Substansi Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan, Elvyrisma Nainggolan, mengungkapkan harapannya agar rumah produksi sagu ini mampu mendorong perekonomian masyarakat, khususnya di wilayah sentra sagu Kampung Yoboi. Beliau menekankan efisiensi waktu sebagai manfaat utama. "Dengan adanya rumah produksi sagu dan alat-alat pendukungnya, dapat membantu masyarakat untuk lebih efisien dengan waktu dibandingkan cara manual yang memakan waktu berhari-hari," jelasnya.
Proses pengolahan sagu yang sebelumnya membutuhkan waktu berhari-hari kini dapat dipangkas menjadi hanya lima jam. Hal ini sangat berarti bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan tenaga kerja. Tidak hanya efisiensi waktu, rendemen sagu yang dihasilkan juga meningkat, memberikan nilai tambah bagi petani dan meningkatkan keuntungan secara keseluruhan.
Kolaborasi untuk Keberlanjutan
National Program Assistant Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO UN), Theresa Siahaan, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk mendukung pengembangan pengolahan sagu secara berkelanjutan. "Salah satu cara yang dapat dilakukan, yakni mengembangkan hasil olahan berbasis sagu, seperti membuat produk turunan dan olahan lain untuk meningkatkan ekonomi masyarakat serta tetap menjaga hutan sagu," ujar Theresa.
Kolaborasi dalam proyek ini melibatkan berbagai pihak. Founder Analisi Papua Strategi (APS), Claus Rumayom, menjelaskan peran APS sebagai jembatan antara FAO UN, Pemerintah Selandia Baru, dan Pemerintah Indonesia dengan masyarakat adat Kampung Yoboi. "Sesuai visi kami, kami menjembatani FAO UN, Pemerintah Selandia Baru dan Pemerintah Indonesia untuk dapat berkontribusi langsung ke pusat penerima manfaat yakni masyarakat adat di Kampung Yoboi," katanya.
Apresiasi Masyarakat Kampung Yoboi
Kepala Kampung Yoboi, Sefanya Wally, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas perhatian dan dukungan dari Ditjen Perkebunan, FAO UN, Pemerintah Selandia Baru, dan APS. "Kami masyarakat mau yang seperti ini, langsung nyata bentuk perhatiannya bukan sekedar bicara tetapi langsung turun ke kampung bertemu masyarakat dan eksekusi program yang direncanakan bersama masyarakat, jadi tepat sasaran dan efisien, itu yang selama ini kami inginkan," ungkap Sefanya.
Rumah produksi sagu di Kampung Yoboi bukan hanya sekadar bangunan, tetapi simbol nyata dari komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Inovasi ini diharapkan dapat menjadi model bagi pengembangan ekonomi berbasis sumber daya lokal di daerah lain di Indonesia.
Keberhasilan program ini bergantung pada keberlanjutannya. Pemantauan dan pendampingan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan agar manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat Kampung Yoboi dalam jangka panjang. Keberhasilan ini juga diharapkan dapat menginspirasi inisiatif serupa di daerah lain yang memiliki potensi sumber daya alam serupa.