FK UB Pastikan Tes MMPI Dokter PPDS Dilakukan Ketat, Cegah Kasus Pelecehan Seksual
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) menegaskan pelaksanaan tes MMPI bagi dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dilakukan secara ketat untuk menyaring calon dokter dan mencegah kasus pelecehan seksual.

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) di Malang, Jawa Timur, memastikan pelaksanaan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) bagi dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dilakukan secara ketat. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menyaring calon dokter spesialis dan mencegah potensi masalah perilaku, termasuk kasus pelecehan seksual yang belakangan mengemuka.
Dekan FK UB, Prof. dr. Wisnu Barlianto, menjelaskan bahwa tes MMPI bertujuan untuk menilai kepribadian dan kejiwaan calon dokter spesialis. "MMPI ini tes psikologi untuk menilai kepribadian dan psikopatologi, kalau dia tidak lulus maka tidak bisa menjadi dokter spesialis," tegas Wisnu dalam keterangannya di Kota Malang, Senin (21/4).
Penerapan metode MMPI di FK UB telah berlangsung selama 5-10 tahun terakhir. Penggunaan metode ini didasari bukti ilmiah yang menunjukkan akurasi dalam memprediksi kepribadian dan kejiwaan calon dokter spesialis. "Kami bisa melakukan skrining dan mencegah supaya dia tidak menjadi dokter," tambah Wisnu.
Seleksi Ketat dan Pengawasan Berlapis
Prof. Wisnu mengakui bahwa cukup banyak calon dokter PPDS yang tidak lolos tes MMPI karena tidak memenuhi nilai ambang batas yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan komitmen FK UB dalam menerapkan seleksi yang ketat dan memastikan hanya calon dokter dengan integritas tinggi yang diterima.
Selain tes MMPI, FK UB juga memberikan materi mengenai kode etik kedokteran kepada seluruh dokter PPDS. Materi ini mencakup tata cara dan standar operasional prosedur (SOP) pemberian pelayanan kepada pasien. Hal ini bertujuan untuk memastikan para dokter muda memahami dan menjalankan standar profesionalisme yang tinggi.
Lebih lanjut, Prof. Wisnu menjelaskan bahwa dokter PPDS tidak dapat langsung menangani pasien tanpa pengawasan dari dokter penanggung jawab. "Di dalam layanan kesehatan itu sudah ada SOP baku, tidak semua PPDS bisa mendapatkan penyerahan pasien. Kalau PPDS ini mampu, maka tidak ditinggalkan begitu saja oleh dokter penanggung jawab yang punya pasien, sehingga sifatnya supervisi. Terus juga menyesuaikan dengan kemampuan PPDS itu sendiri," jelasnya.
Prosedur Pendampingan untuk Dokter Jaga IGD
Terkait dengan dokter jaga di IGD yang memasuki ruangan perawatan pasien, Prof. Wisnu menekankan pentingnya pendampingan perawat. Jika pasiennya perempuan, maka perawat pendamping juga harus perempuan. "Itu dilakukan supaya tidak menimbulkan fitnah. Kami selalu mengingatkan kepada teman-teman dokter mengenai ini," tuturnya.
FK UB berkomitmen untuk mencegah potensi masalah etika dan hukum. Langkah-langkah pengawasan dan pelatihan yang ketat diterapkan untuk memastikan para dokter PPDS menjalankan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab.
Tanggapan Terhadap Kasus Pelecehan Seksual
Menanggapi munculnya beberapa kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter, Prof. Wisnu menyatakan bahwa hal tersebut merupakan akibat dari ketidakmampuan pelaku untuk menjaga sumpah dan bersikap profesional. Ia menegaskan bahwa setiap kasus dugaan pelecehan seksual harus diselesaikan melalui jalur hukum.
"Karena sudah masuk ranah kriminal kami sepakat apabila penanganannya dilakukan pihak berwajib, dalam hal ini kepolisian. Tentunya kami dari institusi pendidikan sangat menyayangkan ini," tutupnya. FK UB berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan memberikan pendidikan etika yang lebih komprehensif untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Kesimpulannya, FK UB telah menerapkan berbagai langkah untuk memastikan kualitas dan integritas dokter PPDS, termasuk tes MMPI yang ketat, pelatihan kode etik, dan pengawasan yang berlapis. Komitmen ini diharapkan dapat mencegah kasus-kasus pelanggaran etika dan hukum di masa mendatang.