Fokus Pendidikan Dasar: Bangun Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, menekankan pentingnya pendidikan dasar yang fokus membangun kemampuan berpikir kritis dan ilmiah siswa sebelum mempelajari teknologi modern seperti AI, guna mencegah ilusi kecerdasan dan mendorong revolusi kultural dalam p

Jakarta, 10 Mei 2024 (ANTARA) - Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, menyerukan fokus utama pendidikan dasar haruslah pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah siswa. Hal ini disampaikan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu lalu. Pernyataan ini muncul sebagai respon terhadap rendahnya fondasi berpikir kritis dan ilmiah di kalangan siswa, yang menurutnya, disebabkan oleh sistem sekolah yang cenderung mengekang.
Nur Rizal menjelaskan bahwa sebelum siswa mempelajari pemrograman dan kecerdasan buatan (AI), fondasi berpikir kritis dan ilmiah yang kuat harus dibangun terlebih dahulu. Kemampuan berpikir sebab-akibat sederhana, misalnya, menjadi dasar penting sebelum masuk ke konsep-konsep yang lebih abstrak dan reflektif seperti pemrograman dan AI. Menurutnya, tanpa fondasi ini, pembelajaran teknologi modern justru berpotensi menimbulkan kecemasan belajar dan ilusi kecerdasan.
"Rendahnya fondasi berpikir kritis dan ilmiah anak kita dengan ekosistem sekolah yang mengekang, menyebabkan masih banyak siswa belum mampu membedakan fakta dan opini," ujar Nur Rizal. Ia memperingatkan bahaya dari pendekatan pembelajaran yang terburu-buru dalam mengadopsi teknologi canggih tanpa memperhatikan fondasi berpikir kritis siswa. "Bukan lompatan kemajuan yang terjadi, melainkan kemunduran yang terselubung oleh kemasan modernitas," tegasnya.
Membangun Fondasi Berpikir Kritis dan Ilmiah
Nur Rizal menekankan pentingnya kebijakan dan program kementerian yang dapat memperkuat fondasi berpikir dan budaya ilmiah siswa. Proses ini, menurutnya, membutuhkan waktu dan kesinambungan. Namun, hal ini terhambat oleh gonta-ganti kebijakan yang tidak substansial. "Jika hal ini terus terjadi, maka perubahan struktur yang kerap pemerintah lakukan tidak akan membuat masyarakat untuk bersemangat, karena tidak menyentuh kebutuhan mereka akan pendidikan. Apa yang kita butuhkan saat ini adalah perubahan mendasar atau revolusi kultural," imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa pendidikan harus kembali pada prinsip dasar yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, yaitu menuntun kekuatan kodrat alam agar tumbuh sesuai dengan dunianya sendiri. Kodrat alam tersebut meliputi rasa ingin tahu, kreativitas, dan potensi yang beragam. Namun, hal ini harus dijalankan dalam lingkungan kebudayaan yang tidak mengekang guru dan siswa.
GSM mengajak semua guru, anak muda, dan masyarakat untuk turut serta membangun aksi rekonstruksi kesadaran kultural. Beberapa kegiatan yang diusung GSM antara lain Arisan Ilmu antar Guru, Gerakan Anak Muda Turun ke Sekolah, dan NgKaji Filsafat Pendidikan. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk menentukan arah dan peta jalan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan akar rumput.
Tantangan dan Solusi dalam Pendidikan Indonesia
Salah satu tantangan terbesar dalam pendidikan Indonesia adalah bagaimana menciptakan sistem yang mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah siswa. Sistem pendidikan yang terlalu terpaku pada hafalan dan ujian tanpa mengasah kemampuan berpikir kritis akan menghasilkan lulusan yang kurang mampu memecahkan masalah dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan paradigma dalam pendekatan pembelajaran, dari yang bersifat pasif menjadi aktif dan partisipatif.
Untuk mengatasi hal ini, GSM mendorong pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Pendekatan ini menekankan pentingnya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, memberikan ruang bagi kreativitas dan inovasi, serta mendorong siswa untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah secara mandiri. Selain itu, peran guru juga perlu diubah dari sekedar penyampai informasi menjadi fasilitator dan mentor yang membimbing siswa dalam proses belajar.
Perubahan sistem pendidikan tidak hanya membutuhkan komitmen dari pemerintah, tetapi juga dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat. Kerja sama dan kolaborasi antar berbagai pihak sangat penting untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas dan mampu menghasilkan generasi yang cerdas, kritis, dan inovatif.
Untuk mencapai revolusi kultural dalam pendidikan, dibutuhkan komitmen jangka panjang dan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan. Hal ini tidak bisa dicapai dalam waktu singkat, tetapi membutuhkan proses yang berkelanjutan dan konsisten. Dengan fokus pada pembangunan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah siswa sejak usia dini, diharapkan Indonesia dapat menghasilkan generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Kesimpulan
Pentingnya membangun fondasi berpikir kritis dan ilmiah sejak pendidikan dasar menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan global. Revolusi kultural dalam pendidikan membutuhkan komitmen bersama dari seluruh pihak untuk menciptakan sistem pendidikan yang berpusat pada siswa dan mampu menghasilkan generasi yang cerdas, kritis, dan inovatif.