Ibunda Ronald Tannur Didakwa Suap Tiga Hakim Rp4,67 Miliar
Meirizka Widjaja Tannur, ibunda Ronald Tannur, didakwa menyuap tiga hakim PN Surabaya sebesar Rp4,67 miliar agar anaknya divonis bebas dalam kasus pembunuhan.
Jakarta, 10 Februari 2024 - Kasus dugaan suap yang melibatkan ibunda terpidana pembunuhan Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, kembali menjadi sorotan. Meirizka didakwa memberikan suap kepada tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya senilai Rp4,67 miliar untuk membebaskan anaknya dari jeratan hukum. Jumlah tersebut terdiri dari uang tunai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, yang jika dirupiahkan setara dengan Rp3,67 miliar.
Kronologi Kasus Suap
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Nurachman Adikusumo, mengungkapkan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, bahwa suap tersebut diberikan kepada Hakim Ketua Erintuah Damanik, serta hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo. Rinciannya, Heru menerima Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,43 miliar), sementara total 140 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,66 miliar) diberikan kepada ketiga hakim secara keseluruhan. Erintuah secara spesifik menerima 38 ribu dolar Singapura (sekitar Rp452,2 juta), Mangapul 36 ribu dolar Singapura (sekitar Rp428,4 juta), dan Heru juga 36 ribu dolar Singapura (sekitar Rp428,4 juta). Sisa 30 ribu dolar Singapura (sekitar Rp357 juta) disimpan oleh Erintuah. Selain itu, terdapat juga uang sebesar 48 ribu dolar Singapura (sekitar Rp571,2 juta) yang diberikan kepada Erintuah.
Proses pemberian suap ini melibatkan penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, yang berperan sebagai perantara. Meirizka meminta Lisa untuk menjadi pengacara anaknya, dan Lisa kemudian meminta sejumlah uang kepada Meirizka untuk 'pengurusan' perkara tersebut. Sebelum perkara dilimpahkan ke PN Surabaya pada awal 2024, Lisa bertemu dengan Zarof Ricar (perantara) dan ketiga hakim untuk melobi putusan bebas bagi Ronald Tannur.
Peran Para Pihak Terlibat
Pada 5 Maret 2024, majelis hakim yang terdiri dari Erintuah Damanik (Ketua), Mangapul, dan Heru Hanindyo ditunjuk untuk menangani kasus Ronald Tannur (Nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY). Selama persidangan, ketiga hakim menerima uang suap dari Lisa, yang merupakan uang dari Meirizka, baik secara tunai maupun transfer rekening. Setelah menerima suap, ketiga hakim menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur pada 24 Juli 2024 (Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby).
Dakwaan dan Ancaman Hukuman
Atas perbuatannya, Meirizka terancam hukuman berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Kasus ini mengungkap dugaan praktik suap yang terjadi di lingkungan peradilan, dan menjadi perhatian publik terkait integritas sistem peradilan di Indonesia.
Kesimpulan
Kasus dugaan suap ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib Meirizka dan para hakim yang terlibat. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak untuk menjaga integritas dan menegakkan hukum dengan adil dan transparan.