Hakim Tolak Keberatan Kasus Suap Pengondisian Kasus Ronald Tannur
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi penasihat hukum dan ibunda Ronald Tannur terkait kasus dugaan suap pengondisian kasus pembunuhan Ronald Tannur, menilai dakwaan penuntut umum sudah cermat, jelas, dan lengkap.

Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (24/2) menolak nota keberatan atau eksepsi dari penasihat hukum dan ibunda Ronald Tannur, terdakwa dalam kasus dugaan suap untuk pengondisian perkara pembunuhan Ronald Tannur. Majelis hakim yang diketuai oleh Rosihan Juhriah Rangkuti berpendapat bahwa keberatan tersebut ditolak karena penuntut umum telah menyusun dakwaan secara cermat, jelas, dan lengkap, berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan yang relevan.
Hakim Ketua menyatakan, "Uraian dijelaskan berdasarkan hal-hal yang relevan dan hasil pemeriksaan penyidikan sehingga menjadi jelas tentang tindak pidana yang didakwakan." Dengan demikian, majelis hakim memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan proses persidangan dan menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir. Penolakan eksepsi ini membuka jalan bagi kelanjutan proses hukum terhadap kedua terdakwa.
Salah satu poin keberatan yang diajukan oleh penasihat hukum adalah dakwaan penuntut umum dianggap kabur atau obscuur libel, tidak memenuhi syarat materiel karena tidak menguraikan secara rinci tindakan para terdakwa yang sesuai dengan pasal-pasal yang didakwakan. Namun, majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan telah memenuhi syarat formal dan materiel, dengan uraian yang jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, termasuk waktu dan tempat kejadian perkara.
Dakwaan Terhadap Meirizka dan Lisa Rachmat
Ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, didakwa memberikan suap sebesar Rp4,67 miliar kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Hakim Ketua Erintuah Damanik dan hakim anggota Mangapul serta Heru Hanindyo, untuk mendapatkan vonis bebas bagi anaknya. Atas perbuatannya, Meirizka terancam hukuman berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Lisa Rachmat, penasihat hukum Ronald Tannur, didakwa memberikan suap kepada hakim di PN Surabaya senilai Rp4,67 miliar dan hakim di Mahkamah Agung (MA) sebesar Rp5 miliar. Suap tersebut diduga diberikan untuk mengondisikan perkara Ronald Tannur agar mendapatkan putusan bebas baik di tingkat pertama maupun kasasi. Lisa terancam pidana berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim menolak argumen bahwa dakwaan hanya menguraikan penyerahan uang tanpa menunjukkan korelasi yang jelas dengan unsur-unsur pasal yang didakwakan. Hakim juga menolak argumen bahwa dakwaan kedua merupakan salinan dari dakwaan pertama, karena menurut majelis hakim, tindak pidana yang didakwakan dalam masing-masing dakwaan berbeda secara prinsip.
Penjelasan Hakim atas Penolakan Eksepsi
Hakim Ketua menekankan bahwa dakwaan penuntut umum telah mencantumkan tanggal, tanda tangan, dan identitas terdakwa secara lengkap. Dakwaan juga telah menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, termasuk waktu dan tempat kejadian perkara. Dengan demikian, majelis hakim menganggap dakwaan telah memenuhi syarat formal dan materiel yang diperlukan.
Putusan majelis hakim ini menunjukkan bahwa proses hukum terhadap Meirizka dan Lisa akan berlanjut. Penuntut umum dapat melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan surat dakwaan yang telah diajukan. Kasus ini menyoroti pentingnya integritas peradilan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
Proses persidangan selanjutnya akan menjadi fokus perhatian publik, khususnya terkait dengan pembuktian unsur-unsur tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada kedua terdakwa. Publik menantikan bagaimana proses hukum ini akan berlanjut dan apa yang akan menjadi putusan pengadilan selanjutnya.