Indonesia Buka Peluang Kerja Sama Sistem Pembayaran, Bantah Tuduhan AS
Menko Airlangga Hartarto menegaskan Indonesia terbuka untuk kerja sama sistem pembayaran internasional, membantah kritik AS terkait QRIS yang dinilai diskriminatif.

Jakarta, 25 April 2024 - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memberikan klarifikasi terkait kritik Amerika Serikat (AS) mengenai regulasi sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Airlangga menekankan bahwa Indonesia selalu terbuka terhadap kerja sama dengan operator sistem pembayaran internasional, termasuk Mastercard dan Visa. Kritik tersebut muncul setelah laporan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) yang menilai kebijakan QRIS membatasi operator asing.
Pernyataan Airlangga ini disampaikan dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat lalu. Ia menanggapi laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis USTR pada 31 Maret, yang antara lain mengkritik kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan internasional dalam penyusunan kebijakan QRIS. USTR juga menyebut perusahaan AS, termasuk bank dan penyedia jasa pembayaran, merasa kesulitan mengintegrasikan sistem asing ke dalam sistem pembayaran domestik Indonesia karena kurangnya informasi dan kesempatan untuk menyampaikan pandangan.
Menko Airlangga membantah tudingan tersebut. Ia menyatakan, "Mereka (perusahaan AS) terbuka untuk masuk di dalam frontend maupun berpartisipasi, dan itu level playing field sama dengan yang lain. Jadi ini sebetulnya masalahnya hanya penjelasan," ujarnya. Airlangga menegaskan komitmen Indonesia untuk menciptakan lapangan bermain yang setara bagi semua operator sistem pembayaran, baik domestik maupun internasional.
Klarifikasi Pemerintah Indonesia Terkait Kritik AS
Pemerintah Indonesia melalui Menko Airlangga memberikan penjelasan rinci terkait kritik AS terhadap sistem QRIS. Airlangga menekankan bahwa Indonesia telah dan akan terus berupaya untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak internasional dalam pengembangan sistem pembayarannya. Ia juga menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif dalam menjelaskan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan.
Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan bahwa prioritas utama Indonesia saat ini adalah peningkatan daya saing sektor industri nasional. Hal ini akan dicapai melalui peningkatan teknologi, pengembangan sumber daya manusia (SDM), dan penerapan kebijakan hijau. Menurutnya, langkah-langkah ini jauh lebih penting dalam memperkuat posisi Indonesia dalam hubungan dagang global, ketimbang fokus pada isu-isu yang bersifat spesifik.
Pemerintah Indonesia tampaknya berupaya untuk menepis anggapan bahwa kebijakan QRIS diskriminatif terhadap operator asing. Klarifikasi ini bertujuan untuk menjaga hubungan dagang yang baik dengan AS, sekaligus menegaskan komitmen Indonesia dalam menciptakan sistem pembayaran yang efisien dan inklusif.
Tuduhan Pusat Perdagangan Barang Bajakan di Mangga Dua
Selain isu QRIS, laporan USTR juga menyinggung pusat perbelanjaan Mangga Dua di Jakarta yang dianggap sebagai pusat perdagangan barang bajakan. Menanggapi hal ini, Airlangga menyatakan bahwa isu tersebut belum masuk dalam ranah negosiasi tarif antara delegasi Indonesia dan AS. Ia menegaskan, "Tidak ada pembahasan mengenai Mangga Dua. Ini tidak ada. Jadi bahkan kita belum bicara detail inti," katanya.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia belum menganggap isu Mangga Dua sebagai prioritas utama dalam negosiasi dagang dengan AS. Fokus pemerintah saat ini lebih tertuju pada upaya peningkatan daya saing industri nasional melalui berbagai strategi yang telah disebutkan sebelumnya.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap perlu memperhatikan isu perdagangan barang bajakan di Mangga Dua. Hal ini penting untuk menjaga reputasi Indonesia di mata internasional dan melindungi hak kekayaan intelektual.
Pemerintah Indonesia tampaknya lebih memprioritaskan pembenahan internal untuk meningkatkan daya saing di kancah global. Langkah ini dinilai lebih strategis dalam jangka panjang dibandingkan dengan merespon setiap kritik secara individual.
Kesimpulan
Indonesia menegaskan komitmennya terhadap kerja sama internasional dalam sektor sistem pembayaran. Pemerintah membantah tuduhan AS terkait diskriminasi QRIS dan memprioritaskan peningkatan daya saing industri dalam negeri. Isu Mangga Dua belum menjadi fokus utama negosiasi perdagangan dengan AS.