Indonesia Kekurangan Hampir 2.000 Hakim: MA Beberkan Data Terbaru
Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan Indonesia kekurangan 1.995 hakim di Pengadilan Tinggi dan Negeri, berdasarkan data per 12 Maret 2025, menimbulkan kekhawatiran terhadap akses keadilan.

Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan Indonesia sedang menghadapi kekurangan hakim yang signifikan. Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA, Bambang Myanto, menyatakan bahwa per 12 Maret 2025, terdapat kekurangan sebanyak 1.995 hakim di Pengadilan Tinggi (PT) dan Pengadilan Negeri (PN) di seluruh Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis lalu.
Kekurangan ini dihitung berdasarkan kebutuhan hakim ideal di berbagai tingkatan pengadilan. Data tersebut meliputi kebutuhan hakim di PT Tipe A, PT Tipe B, PN Kelas IA Khusus, PN Kelas IA, PN Kelas IB, dan PN Kelas II. Total kebutuhan hakim di semua tingkatan tersebut mencapai 2.920 orang. Angka ini kemudian dibandingkan dengan jumlah calon hakim yang saat ini sedang menjalani pendidikan dan pelatihan, yaitu 925 orang.
"Sekarang calon hakim yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan adalah 925 orang, sehingga kekurangannya adalah sekitar 1.955 hakim untuk sementara ini," ungkap Bambang dalam rapat tersebut. Pernyataan ini menyoroti kesenjangan besar antara kebutuhan dan ketersediaan hakim di Indonesia, yang berpotensi menghambat akses masyarakat terhadap keadilan.
Rincian Kekurangan Hakim di Setiap Tingkat Pengadilan
Bambang Myanto merinci lebih lanjut kekurangan hakim di setiap tingkatan pengadilan. Untuk Pengadilan Tinggi Tipe A dan Tipe B secara gabungan, dibutuhkan 79 hakim. Namun, saat ini hanya terdapat 11 hakim di PT Tipe A dan 23 hakim di PT Tipe B. Kekurangan hakim di tingkat Pengadilan Tinggi ini menunjukkan perlunya peningkatan jumlah hakim untuk menangani perkara yang semakin kompleks.
Di tingkat Pengadilan Negeri, kekurangan hakim juga sangat signifikan. PN Kelas IA Khusus membutuhkan 196 hakim, tetapi saat ini hanya memiliki 15 hakim. PN Kelas IA membutuhkan 659 hakim, sementara jumlah hakim yang tersedia hanya 53 orang. Untuk PN Kelas IB, dibutuhkan 965 hakim, namun jumlah hakim yang ada baru mencapai 114 orang. Terakhir, PN Kelas II membutuhkan 1.021 hakim, sedangkan jumlah hakim yang tersedia hanya 200 orang.
Secara keseluruhan, jumlah hakim yang tersedia saat ini di PT dan PN hanya sebanyak 416 orang. Angka ini jauh dari jumlah ideal yang dibutuhkan, menunjukkan besarnya tantangan yang dihadapi sistem peradilan Indonesia dalam memberikan akses keadilan yang cepat dan efektif kepada seluruh masyarakat.
Dampak Kekurangan Hakim terhadap Akses Keadilan
Kekurangan hakim yang signifikan ini berpotensi menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap akses keadilan di Indonesia. Salah satu dampak yang paling nyata adalah penumpukan perkara di pengadilan. Hal ini dapat menyebabkan lamanya proses persidangan dan berujung pada ketidakpastian hukum bagi para pihak yang berperkara.
Selain itu, kekurangan hakim juga dapat menyebabkan kualitas putusan pengadilan menjadi menurun. Hakim yang terlalu banyak menangani perkara dapat mengalami kelelahan dan kesulitan dalam menganalisis bukti-bukti secara cermat. Hal ini dapat berdampak pada putusan pengadilan yang tidak adil atau tidak tepat.
Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi kekurangan hakim di Indonesia. Langkah-langkah tersebut dapat berupa peningkatan jumlah calon hakim melalui pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan kesejahteraan hakim agar lebih banyak individu tertarik untuk berkarir di bidang peradilan.
Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi terhadap sistem rekrutmen dan seleksi hakim agar dapat menjaring calon hakim yang berkualitas dan berkompeten. Dengan demikian, akses keadilan bagi seluruh masyarakat dapat terjamin dan sistem peradilan di Indonesia dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Kekurangan hakim yang mencapai hampir 2000 orang ini menjadi tantangan serius bagi Indonesia dalam mewujudkan akses keadilan yang merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat. Perlu adanya komitmen bersama dari berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini.