MA Tekankan Independensi Anggaran demi Peradilan yang Profesional dan Bermartabat
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Sugiyanto menekankan pentingnya independensi anggaran lembaga peradilan untuk mewujudkan peradilan yang akuntabel, profesional, dan hakim yang sejahtera, serta mengatasi kekurangan hakim yang mencapai hampir 2000 orang.

Mahkamah Agung (MA) kembali menyoroti pentingnya independensi anggaran lembaga peradilan di Indonesia. Hal ini disampaikan Sekretaris MA, Sugiyanto, saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (13/3). Pernyataan ini muncul dalam konteks isu strategis yang meliputi kesejahteraan hakim dan akuntabilitas peradilan.
Sugiyanto menegaskan bahwa independensi anggaran bukan sekadar isu sampingan, melainkan kunci untuk mewujudkan peradilan yang lebih baik. Menurutnya, independensi anggaran ini sejalan dengan amanat Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. Ia menekankan pentingnya kemandirian, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran lembaga peradilan.
Sistem penganggaran yang ada saat ini dinilai berpotensi menghambat kemandirian peradilan, terutama dalam pengelolaan sumber daya. Oleh karena itu, Sugiyanto menyatakan bahwa independensi finansial mutlak diperlukan untuk membangun masa depan peradilan yang lebih profesional dan bermartabat. "Oleh sebab itu, independensi finansial lembaga mutlak diperlukan untuk melukis masa depan peradilan yang lebih profesional, dan bermartabat," ujarnya.
Kekurangan Hakim di Indonesia
Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) MA, Bambang Myanto, mengungkapkan data mengejutkan terkait kekurangan hakim di Indonesia. Per 12 Maret 2025, Indonesia kekurangan 1.995 hakim di Pengadilan Tinggi (PT) dan Pengadilan Negeri (PN).
Bambang menjelaskan bahwa angka tersebut didapat dari penghitungan kebutuhan hakim di berbagai tingkatan pengadilan, yaitu PT Tipe A, PT Tipe B, PN Kelas IA Khusus, PN Kelas IA, PN Kelas IB, dan PN Kelas II. Total kebutuhan hakim mencapai 2.920 orang, sementara calon hakim yang sedang menjalani pendidikan dan pelatihan hanya berjumlah 925 orang.
Dengan demikian, terdapat kekurangan sekitar 1.995 hakim. Data ini menunjukkan tantangan besar dalam upaya mewujudkan akses keadilan yang merata dan efektif di Indonesia. Kekurangan hakim ini berpotensi memperlambat proses peradilan dan menimbulkan berbagai permasalahan lainnya.
Kekurangan hakim ini menjadi sorotan penting mengingat beban kerja hakim yang sudah sangat tinggi. Dengan jumlah hakim yang terbatas, proses penyelesaian perkara akan semakin lama dan berpotensi menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem peradilan. Oleh karena itu, peningkatan jumlah hakim menjadi hal yang krusial untuk diatasi.
Independensi Anggaran dan Kesejahteraan Hakim
Perluasan pembahasan mengenai independensi anggaran lembaga peradilan tak lepas dari konteks kesejahteraan hakim. Anggaran yang independen memungkinkan MA untuk lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, termasuk dalam hal kesejahteraan hakim. Hal ini penting untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik di bidang peradilan.
Dengan kesejahteraan yang terjamin, hakim dapat fokus pada tugas pokoknya, yaitu menegakkan hukum dan keadilan tanpa terbebani masalah finansial. Independensi anggaran juga dapat mendukung program pelatihan dan pengembangan kapasitas hakim, sehingga kualitas putusan pengadilan dapat ditingkatkan.
Selain itu, independensi anggaran juga dapat menjamin integritas dan profesionalisme hakim. Dengan pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel, risiko korupsi dan penyimpangan dapat diminimalisir. Hal ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Secara keseluruhan, independensi anggaran lembaga peradilan merupakan kunci untuk mewujudkan peradilan yang modern, profesional, dan bermartabat. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas putusan pengadilan, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia. Upaya untuk mencapai independensi anggaran ini harus terus didorong dan dikawal oleh semua pihak yang berkepentingan.
Ke depan, perlu adanya mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran lembaga peradilan. Hal ini akan memastikan bahwa anggaran tersebut digunakan secara efektif dan efisien untuk mendukung kinerja lembaga peradilan dan kesejahteraan hakim.