Indonesia Usung Dua Pakar Hukum Internasional untuk ITLOS dan ILC
Indonesia menominasikan Profesor Eddy Pratomo untuk ITLOS dan Profesor Hikmahanto Juwana untuk ILC, demi memperjuangkan kepentingan negara kepulauan dan negara berkembang dalam hukum laut internasional.

Indonesia secara resmi mengajukan dua pakar hukum internasionalnya untuk menduduki posisi penting di dua badan hukum internasional: International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) dan International Law Commission (ILC). Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers pada Jumat lalu oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno. Langkah ini menandai upaya Indonesia yang signifikan dalam turut membentuk hukum laut internasional dan memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, khususnya negara kepulauan.
Profesor Eddy Pratomo, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, dinominasikan sebagai hakim ITLOS untuk periode 2026-2035. Sementara itu, Profesor Hikmahanto Juwana, pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, diajukan sebagai kandidat anggota ILC untuk periode 2028-2032. Penunjukan ini merupakan langkah bersejarah bagi Indonesia, karena belum pernah ada warga negara Indonesia yang menjabat di ITLOS sebelumnya, meskipun Indonesia merupakan negara penandatangan UNCLOS dan telah memenuhi kewajibannya.
Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menekankan pentingnya representasi negara berkembang dan negara kepulauan dalam badan-badan hukum internasional seperti ITLOS dan ILC. "It will be hugely ideal that the interests of developing and island countries are reflected in the composition of judges adjudicating laws of the seas," tegasnya. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, merasa memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan tersebut di tingkat global.
Indonesia di ITLOS: Memperjuangkan Kepentingan Negara Kepulauan
Nominasi Profesor Eddy Pratomo untuk ITLOS merupakan langkah strategis Indonesia dalam memastikan suara negara kepulauan didengar dalam pengambilan keputusan terkait hukum laut. ITLOS, yang berpusat di Hamburg, Jerman, memiliki peran krusial dalam menyelesaikan sengketa terkait implementasi UNCLOS dan perkara-perkara mengenai eksplorasi, perlindungan, dan hukum maritim. Kehadiran seorang hakim Indonesia di ITLOS diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih seimbang dan mewakili kepentingan negara-negara berkembang.
Dengan pengalaman dan keahliannya yang luas di bidang hukum internasional, Profesor Pratomo diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam proses pengambilan keputusan di ITLOS. Keikutsertaan Indonesia di ITLOS juga menunjukkan komitmen Indonesia dalam penegakan hukum laut internasional dan perlindungan lingkungan maritim.
Indonesia berharap agar pencalonan Profesor Pratomo dapat diterima dan beliau terpilih untuk menjabat. Hal ini akan menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam partisipasi aktif di kancah hukum internasional.
ILC: Mengatasi Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut
Pencalonan Profesor Hikmahanto Juwana untuk ILC didorong oleh keprihatinan Indonesia terhadap kurangnya regulasi internasional yang mengatur dampak kenaikan permukaan air laut terhadap garis pantai di banyak negara. "The studies have taken place for so long, and Indonesia believes its voice must be heard during the drafting of new norms in the international laws regarding the sea water rise," jelas Havas.
ILC, yang berkedudukan di Jenewa, Swiss, merupakan badan pakar yang berperan penting dalam pengembangan dan kodifikasi hukum internasional. Keanggotaan di ILC merupakan sebuah kehormatan dan tanggung jawab yang besar. Dengan keahliannya yang mendalam, Profesor Juwana diharapkan dapat berkontribusi dalam merumuskan norma-norma hukum internasional yang lebih komprehensif dan responsif terhadap tantangan perubahan iklim.
Indonesia berharap bahwa partisipasi aktif di ILC dapat membantu dalam membentuk hukum internasional yang lebih adil dan melindungi kepentingan negara-negara yang rentan terhadap dampak kenaikan permukaan air laut. Kehadiran Profesor Juwana diharapkan dapat memperkuat suara Indonesia dalam forum internasional tersebut.
Baik Profesor Pratomo maupun Profesor Juwana, jika terpilih, akan menjalankan tugas mereka secara independen dan tidak mewakili Indonesia secara khusus. Namun, pencalonan mereka mencerminkan komitmen Indonesia dalam berkontribusi pada penegakan hukum internasional dan memperjuangkan kepentingan negara berkembang di dunia.
Indonesia berharap pencalonan kedua profesor ini akan berhasil, sehingga dapat berkontribusi dalam membentuk hukum internasional yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh dunia, khususnya negara-negara berkembang dan negara kepulauan.