Iran Pertimbangkan Kembangkan Senjata Nuklir: Respons Terhadap Ancaman Global?
Anggota parlemen Iran mendesak pengembangan senjata nuklir sebagai penangkal ancaman dan imperialisme global, memicu ketegangan internasional.

Anggota parlemen Iran, Mohammad Qasim Osmani, menyatakan bahwa pengembangan senjata nuklir merupakan satu-satunya cara efektif bagi Iran untuk menghadapi ancaman dan imperialisme global. Pernyataan kontroversial ini disampaikan pada Minggu (6/4), menimbulkan kekhawatiran baru terkait program nuklir Iran dan implikasinya bagi stabilitas regional dan internasional. Pernyataan tersebut muncul setelah ketegangan meningkat antara Iran dan Amerika Serikat.
Sehari sebelumnya, Ahmad Naderi, anggota presidium parlemen Iran, juga menyoroti kerentanan Iran akibat kurangnya kekuatan penangkal yang efektif, termasuk penangkal nuklir. Ia menekankan bahwa dukungan terhadap gagasan penangkal nuklir semakin meningkat, mengingat ancaman militer AS yang selalu ada, terlepas dari siapa presidennya.
Naderi juga mempertanyakan keanggotaan Iran dalam Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT), mengatakan bahwa tanpa jaminan nyata, keanggotaan tersebut justru melemahkan kemampuan penangkal Iran. Oleh karena itu, ia menyarankan perlunya pertimbangan serius mengenai kelanjutan keanggotaan Iran dalam NPT.
Pernyataan Resmi dan Ancaman AS
Osmani, dalam pernyataan yang dikutip kantor berita SNN Iran, menegaskan bahwa pengembangan senjata nuklir adalah satu-satunya solusi untuk menghadapi keserakahan imperialisme global. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan keahlian nuklir Iran yang telah dicapai dengan pengorbanan besar, terutama untuk keamanan nasional. Menurutnya, ilmu nuklir akan memungkinkan Iran bernegosiasi secara setara dengan negara-negara lain.
Pernyataan ini muncul dalam konteks hubungan yang tegang antara Iran dan Amerika Serikat. Pada 7 Maret, Presiden AS Donald Trump menawarkan perundingan terkait kesepakatan nuklir baru kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Namun, Iran menolak untuk berdialog langsung dengan Washington, meskipun terbuka untuk negosiasi melalui pihak ketiga.
Menanggapi penolakan Iran, Trump mengancam akan melancarkan "serangan bom seperti yang belum pernah mereka lihat sebelumnya" jika tidak ada kesepakatan yang tercapai. Ancaman ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan potensi konflik militer di kawasan tersebut.
Latar Belakang Kesepakatan Nuklir 2015
Pada tahun 2015, Iran menandatangani kesepakatan nuklir dengan sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, yang membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi. Namun, AS menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018 di bawah pemerintahan Trump, dan kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Hal ini menyebabkan runtuhnya kesepakatan dan Iran mengurangi komitmennya, termasuk mencabut pembatasan terhadap riset nuklir dan tingkat pengayaan uranium.
Pernyataan para anggota parlemen Iran ini menunjukkan meningkatnya tekanan internal untuk mengembangkan senjata nuklir sebagai respons terhadap apa yang mereka anggap sebagai ancaman eksistensial dari Amerika Serikat dan kekuatan global lainnya. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik dan ketidakstabilan regional.
Perkembangan ini perlu dipantau secara ketat, mengingat potensi konsekuensi yang luas bagi perdamaian dan keamanan internasional. Komunitas internasional perlu berupaya untuk mengurangi ketegangan dan mendorong dialog konstruktif untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.