Islamofobia hingga Konflik Uyghur: Isu-Isu Penting Terangkat dalam Konferensi PUIC Ke-19
Konferensi Ke-19 Uni Parlemen Negara Anggota OKI (PUIC) di Jakarta membahas isu Islamofobia, konflik di Jammu dan Kashmir, Xinjiang, Filipina Selatan, Nigeria, Palestina, dan nasib minoritas.

Konferensi Ke-19 Uni Parlemen Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (PUIC) yang berlangsung di Jakarta pada Selasa, 13 Mei 2025, telah membahas berbagai isu penting yang berkaitan dengan umat Islam di dunia. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera, mengungkapkan bahwa isu Islamofobia menjadi salah satu fokus utama dalam konferensi tersebut. Pertemuan ini menandai upaya bersama negara-negara anggota OKI untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi umat Islam secara global.
Mardani Ali Sera menjelaskan bahwa pembahasan mengenai Islamofobia tidak hanya berfokus pada muslim sebagai korban, tetapi juga pada akar permasalahan berupa cara berpikir yang keliru. "Islamofobia itu salah karena bukan cuma orang Islam korbannya, tapi cara pandangnya yang menganggap pihak lain itu lebih rendah, lebih lemah, lebih buruk ketimbang kita, itu yang harus diperbaiki," tegasnya. Konferensi ini menekankan pentingnya perubahan perspektif dan penghormatan terhadap keberagaman.
Selain Islamofobia, berbagai konflik yang melibatkan komunitas muslim juga menjadi topik utama diskusi. Konferensi ini menjadi wadah bagi negara-negara anggota untuk berkolaborasi dalam mencari solusi damai terhadap berbagai permasalahan tersebut.
Isu-Isu Konflik yang Dibahas
Konflik India-Pakistan di wilayah Jammu dan Kashmir menjadi salah satu isu krusial yang diangkat dalam konferensi. Perselisihan panjang ini telah menimbulkan penderitaan bagi banyak warga sipil, termasuk komunitas muslim. Konferensi juga membahas konflik antara kelompok etnis minoritas muslim Uyghur dengan pemerintah China di Xinjiang. Mardani menekankan pentingnya perlakuan yang setara bagi warga Uyghur: "Kami paksa bahwa bagaimana China itu memberikan equal treatment (perlakuan setara) pada saudara-saudara kita yang ada di Uyghur."
Konflik di Filipina Selatan yang melibatkan kelompok muslim Moro, serta pemberontakan Boko Haram di Nigeria, juga turut menjadi sorotan. Berbagai tantangan keamanan dan kemanusiaan yang ditimbulkan oleh konflik-konflik ini menjadi perhatian serius para peserta konferensi. Pertemuan ini menekankan pentingnya pendekatan diplomasi dan penyelesaian konflik melalui jalur perdamaian.
Lebih lanjut, Mardani menambahkan bahwa isu Palestina juga menjadi bagian penting dalam agenda konferensi. Pembahasan meliputi kondisi terkini di Palestina, bantuan kemanusiaan, serta dampak konflik terhadap negara-negara tetangga seperti Yordania, Mesir, dan Lebanon. Selain itu, sepuluh resolusi terkait perlindungan hak-hak minoritas juga dibahas dalam konferensi ini.
Pendekatan Diplomasi dan Solidaritas
Konferensi Ke-19 PUIC menekankan pentingnya pendekatan diplomasi dalam upaya penyelesaian konflik. Para peserta sepakat untuk mengedepankan jalur perdamaian dan menghindari tindakan yang dapat memperkeruh situasi. "Kami sepakat kita kedepankan pendekatan diplomasi, jangan mengedepankan pendekatan yang nanti justru membuat chaos," ujar Mardani. Semangat solidaritas dan kemanusiaan menjadi landasan utama dalam seluruh pembahasan.
Mardani juga menyampaikan bahwa konferensi ini menghasilkan peta jalan yang berisi langkah-langkah diplomasi yang akan dilakukan untuk mengatasi berbagai isu yang telah dibahas. Semangat kemanusiaan dan solidaritas antar negara anggota sangat terlihat selama konferensi berlangsung. "Spirit humanity-nya, kemanusiaan, spirit solidarity-nya sangat nampak dari semua perwakilan yang hadir itu," katanya.
Kesimpulannya, Konferensi Ke-19 PUIC di Jakarta menjadi forum penting bagi negara-negara anggota OKI untuk membahas isu-isu krusial yang dihadapi umat Islam di dunia. Komitmen terhadap pendekatan diplomasi, solidaritas, dan kemanusiaan menjadi kunci dalam upaya mencari solusi damai dan berkeadilan bagi semua pihak.