ITB Dukung Penuh Mahasiswi FSRD Pasca Penangguhan Penahanan: Komitmen Bina Karakter dan Literasi Digital
Institut Teknologi Bandung (ITB) berkomitmen membina mahasiswi FSRD yang ditangguhkan penahanannya, dengan fokus penguatan literasi digital dan hukum serta pembinaan karakter.

Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan komitmen penuh untuk membina mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) berinisial SSS, yang penahanannya telah ditangguhkan. Mahasiswi tersebut sebelumnya ditahan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait unggahan meme Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo. Kejadian ini berlangsung di Bandung dan melibatkan berbagai pihak, termasuk Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), kepolisian, dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek.
Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, N Nurlaela Arief, menegaskan komitmen ITB untuk mendidik dan membina SSS agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan beretika dalam menyampaikan pendapat. "ITB berkomitmen untuk mendidik, mendampingi, dan membina mahasiswi tersebut untuk dapat menjadi pribadi dewasa yang bertanggung jawab, menjunjung tinggi adab dan etika dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi, dengan dilandasi nilai-nilai kebangsaan," ujar Nurlaela dalam keterangan resmi di Bandung, Senin (12/5).
Penangguhan penahanan SSS disambut positif oleh ITB dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan. ITB menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses ini, termasuk Ketua Komisi III DPR RI, Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), tim pengacara, KM ITB, alumni ITB, rekan media, dan masyarakat. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek juga turut memberikan pendampingan selama proses tersebut.
Penguatan Literasi dan Pembinaan Karakter
Sebagai bentuk pembinaan, ITB akan meningkatkan literasi digital, literasi hukum, dan etika berkomunikasi di berbagai media bagi mahasiswanya. Langkah ini akan dilakukan melalui diskusi terbuka, kuliah umum, dan program pembinaan yang melibatkan teman sebaya, pakar, dan dosen. "Hal ini diharapkan dapat memperkaya wawasan mahasiswa tentang kebebasan yang konstruktif dalam era digital," tambah Nurlaela.
ITB juga menekankan pentingnya refleksi atas peristiwa ini bagi seluruh civitas akademika. Kebebasan berekspresi, menurut ITB, merupakan hak setiap warga negara, namun harus dijalankan dengan bertanggung jawab, memahami hukum, dan menghormati hak serta martabat orang lain. ITB berkomitmen untuk menciptakan atmosfer akademik yang sehat dan berkualitas, yang tetap memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi, namun tetap mengedepankan kesopanan, etika, dan tanggung jawab.
ITB akan melanjutkan proses pembinaan akademik dan karakter terhadap SSS pasca penangguhan penahanan. Pihak ITB berharap agar kejadian ini menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh mahasiswa untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menyampaikan pendapat.
Dukungan KM ITB dan Pernyataan Sikap
Sebelumnya, KM ITB telah menyampaikan pernyataan sikap yang menolak penahanan SSS dan menyerukan pembebasan mahasiswa tersebut. Ketua Kabinet KM ITB, Farell Faiz Firmansyah, menyatakan keprihatinan atas penahanan tersebut. "Seni adalah kebebasan berekspresi kaum terpelajar yang seharusnya justru dilindungi oleh hukum, bukan justru dikriminalisasi," tegas Farell.
KM ITB juga mengajak seluruh elemen akademisi dan masyarakat sipil untuk bersatu dalam memperjuangkan penegakan hukum yang tepat dan berkeadilan serta menjaga solidaritas. Mereka menilai penahanan SSS sebagai bentuk penyempitan ruang berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia. Farell menambahkan bahwa unggahan SSS lebih baik dilihat sebagai upaya kritis untuk mengedukasi bahaya penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI).
KM ITB telah memberikan pendampingan kepada SSS sejak Maret 2025 dan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk keluarga dan tim kuasa hukum, untuk memastikan keselamatan dan hak-hak SSS. "Kami meyakini bahwa keselamatan dan kebebasan dari hak-hak bersuara dan berekspresi bagi seluruh rakyat dan anggota KM ITB perlu untuk dijaga dan dilindungi," pungkas Farell.
Penahanan SSS dilakukan oleh Bareskrim Polri berdasarkan dugaan pelanggaran Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (1) UU ITE. Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu diskusi luas mengenai kebebasan berekspresi dan penggunaan media sosial di Indonesia.
Dengan ditangguhkannya penahanan SSS, ITB akan fokus pada pembinaan dan pendampingan mahasiswi tersebut untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bertanggung jawab dalam bermasyarakat dan memanfaatkan teknologi digital.