Kampus di Madura Bentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual: Langkah Pencegahan di Lingkungan Perguruan Tinggi
Universitas Madura (Unira) bersama 14 perguruan tinggi lainnya di Madura membentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, merespon Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Maraknya kasus kekerasan seksual di berbagai daerah mendorong sejumlah perguruan tinggi di Pulau Madura, Jawa Timur, untuk mengambil langkah proaktif. Pada Senin, Universitas Madura (Unira) memimpin pembentukan satuan tugas (satgas) anti kekerasan seksual bersama 14 perguruan tinggi lainnya di Madura. Langkah ini merupakan respon langsung terhadap peningkatan kasus kekerasan seksual dan peraturan pemerintah terkait.
Pembentukan satgas ini didorong oleh Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Rektor Unira Pamekasan, Dr. Gazali, menjelaskan bahwa peraturan ini menjadi landasan penting dalam upaya pemerintah untuk mengatasi masalah serius ini. "Kemendikbudristek mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Ini merupakan langkah pemerintah untuk menanggulangi kekerasan seksual yang marak terjadi," ujarnya.
Satgas gabungan dosen dan mahasiswa ini memiliki tugas ganda: pencegahan melalui kampanye anti kekerasan seksual dan penanganan kasus yang mungkin terjadi. Langkah ini bukan hanya menjalankan instruksi pemerintah, tetapi juga menjawab kebutuhan mendesak untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Langkah Konkret Unira dalam Pencegahan Kekerasan Seksual
Universitas Madura telah menerapkan sejumlah kebijakan konkret untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Salah satu langkah signifikan adalah larangan kuliah malam bagi dosen. Kebijakan ini telah diberlakukan sejak tahun 2021, seiring dengan diterbitkannya Permendikbudristek tersebut. "Karena itu salah satu kebijakan yang telah kami lakukan adalah mengeluarkan larangan terhadap dosen untuk tidak melakukan kuliah malam," jelas Rektor Gazali.
Selain larangan kuliah malam, Unira juga melarang bimbingan skripsi dilakukan di malam hari atau di rumah dosen. Hal ini untuk meminimalisir potensi terjadinya kekerasan seksual, terutama bagi mahasiswi yang dibimbing oleh dosen pria. "Yang rawan itu, jika mahasiswi bimbingan ke rumah dosen pria. Sudah kami sarankan bahwa bimbingan skripsi itu harus di kampus," tegas Dr. Gazali.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Unira dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika. Dengan adanya satgas ini, diharapkan penanganan kasus kekerasan seksual dapat dilakukan secara lebih efektif dan terstruktur.
Pentingnya Kolaborasi Antar Perguruan Tinggi
Kolaborasi antar 15 perguruan tinggi di Madura dalam membentuk satgas ini menunjukkan sinergi yang kuat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Dengan bergabungnya berbagai perguruan tinggi, diharapkan akan tercipta jaringan informasi dan dukungan yang lebih luas. Hal ini akan mempermudah dalam melakukan sosialisasi, pencegahan, dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus Madura.
Langkah bersama ini juga menunjukkan keseriusan perguruan tinggi di Madura dalam melindungi mahasiswa dan dosen dari ancaman kekerasan seksual. Dengan adanya satgas ini, diharapkan akan tercipta lingkungan kampus yang lebih aman, nyaman, dan kondusif bagi proses belajar mengajar.
Ke depannya, diharapkan akan ada lebih banyak program dan kegiatan yang dilakukan oleh satgas ini untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual. Kolaborasi yang baik antar perguruan tinggi juga sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini.
Kesimpulan
Pembentukan Satgas Anti Kekerasan Seksual di Madura merupakan langkah penting dalam menciptakan lingkungan perguruan tinggi yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Komitmen bersama dari berbagai perguruan tinggi dan kebijakan konkret yang diterapkan diharapkan dapat memberikan perlindungan optimal bagi civitas akademika dan mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual di masa mendatang.