Kebijakan Downstreaming dan TKDN Pacu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kebijakan downstreaming, peningkatan TKDN, dan transformasi industri berbasis teknologi dan riset menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Jakarta, 6 Mei 2025 - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kombinasi kebijakan downstreaming, transformasi industri berbasis teknologi dan riset, serta peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional. Beliau menekankan hal ini dalam keterangan pers pada Senin (5 Mei) di Jakarta. Pernyataan ini menjawab pertanyaan apa (kebijakan yang diterapkan), siapa (Menteri Perindustrian), di mana (Jakarta), kapan (6 Mei 2025), mengapa (untuk pertumbuhan ekonomi), dan bagaimana (melalui kombinasi kebijakan).
Menurut Menteri Kartasasmita, "Dengan kombinasi kebijakan downstreaming, peningkatan TKDN, dan transformasi industri berbasis teknologi dan riset, kami optimis kinerja dan kontribusi ekonomi sektor industri manufaktur akan terus meningkat dan menjadi fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan." Ketiga kebijakan ini merupakan strategi utama pemerintah untuk memperkuat rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri.
Pemerintah memulai reformasi kebijakan TKDN pada awal Januari 2025. Reformasi ini dinilai krusial untuk menciptakan nilai tambah domestik, mengurangi ketergantungan impor, dan membuka lapangan kerja baru. Kebijakan downstreaming juga dinilai penting untuk menggeser paradigma ekonomi dari ekspor komoditas mentah ke produk bernilai tambah tinggi. Dampaknya pun luas, meliputi peningkatan lapangan kerja, investasi, dan nilai ekspor.
Peningkatan Nilai Tambah Manufaktur Indonesia
Data Bank Dunia menunjukkan pertumbuhan nilai tambah manufaktur (MVA) telah meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara manufaktur global. Pada tahun 2023, Indonesia masuk dalam 12 negara manufaktur teratas dunia berdasarkan nilai tambah. "Untuk terus memacu nilai tambah ini, dibutuhkan kebijakan strategis, pro-bisnis, dan pro-investasi agar industri manufaktur kita semakin kompetitif di kancah global," ujar Kartasasmita.
Berdasarkan data Bank Dunia, MVA sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mencapai US$255,96 miliar, meningkat 36,4 persen dibandingkan US$241,87 miliar pada tahun 2022. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri pengolahan non-migas tumbuh 4,31 persen pada kuartal pertama tahun 2025. Industri makanan dan minuman menjadi salah satu sektor penopang, tumbuh sebesar 6,04 persen, didorong oleh tingginya permintaan selama Ramadan dan Idul Fitri.
Menteri Kartasasmita menyimpulkan, "Tren peningkatan kontribusi industri pengolahan non-migas merupakan sinyal positif bahwa upaya pemerintah untuk memperkuat struktur industri terus berlanjut, bertujuan menciptakan industri terintegrasi dari hulu hingga hilir dan menghasilkan nilai tambah tinggi bagi perekonomian serta penyerapan tenaga kerja."
Rincian data pendukung:
- Tahun 2023: Indonesia masuk 12 besar negara manufaktur dunia berdasarkan nilai tambah.
- MVA 2023: US$255,96 miliar (peningkatan 36,4% dari tahun 2022).
- Pertumbuhan industri pengolahan non-migas Q1 2025: 4,31 persen.
- Pertumbuhan industri makanan & minuman Q1 2025: 6,04 persen.
Kebijakan downstreaming dan peningkatan TKDN terbukti efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan signifikan dalam MVA dan pertumbuhan industri pengolahan non-migas. Keberhasilan ini diharapkan dapat berlanjut dengan kebijakan-kebijakan strategis yang mendukung daya saing industri manufaktur Indonesia di pasar global.