Hilirisasi dan TKDN: Mesin Penggerak Ekonomi Indonesia
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis hilirisasi, peningkatan TKDN, dan transformasi industri berbasis teknologi akan menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kombinasi kebijakan hilirisasi, peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan transformasi industri berbasis teknologi dan riset menjadi kunci utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Senin, 05 Mei 2025. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat rantai pasok, meningkatkan nilai tambah bahan baku domestik, dan menciptakan lapangan kerja baru.
Reformasi kebijakan TKDN yang dimulai sejak Januari 2025 menjadi langkah krusial dalam menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Langkah ini juga mengurangi ketergantungan pada impor. Hilirisasi, menurut Menperin, merupakan kunci perubahan paradigma ekonomi dari berbasis komoditas mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Dampak positifnya meliputi pembukaan lapangan kerja, perluasan investasi, dan peningkatan nilai ekspor.
Data World Bank menunjukkan peningkatan Manufacturing Value Added (MVA) yang signifikan, menempatkan Indonesia di posisi 12 besar negara manufaktur global pada tahun 2023. Keberhasilan ini menunjukan dampak positif dari kebijakan hilirisasi dan TKDN. Menperin menekankan perlunya kebijakan yang strategis, pro-bisnis, dan pro-investasi untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia di pasar global.
Hilirisasi: Kunci Peningkatan Nilai Tambah
Hilirisasi terbukti memberikan dampak luas bagi perekonomian nasional. Dengan mengolah bahan mentah menjadi produk jadi, Indonesia mampu meningkatkan nilai jual produknya dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Hal ini juga menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor industri terkait.
Kebijakan ini juga mendorong investasi asing langsung (FDI) di sektor industri pengolahan. Investor asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena potensi pasar domestik yang besar dan peluang untuk mengakses sumber daya alam yang melimpah. Dengan demikian, hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah tetapi juga menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Peningkatan nilai ekspor juga menjadi dampak positif dari hilirisasi. Indonesia dapat mengekspor produk-produk jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan pendapatan negara dan devisa. Hal ini juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional.
TKDN: Memperkuat Industri Dalam Negeri
Peningkatan TKDN merupakan strategi penting dalam memperkuat industri dalam negeri. Dengan meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan menciptakan lapangan kerja baru. Hal ini juga mendorong inovasi dan pengembangan teknologi di dalam negeri.
Kebijakan TKDN mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produknya. Industri dituntut untuk berinovasi dan meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing dengan produk impor. Hal ini pada akhirnya meningkatkan kualitas produk dalam negeri.
Selain itu, peningkatan TKDN juga memberikan dampak positif bagi UMKM. UMKM dapat berperan sebagai pemasok komponen bagi industri besar, sehingga meningkatkan perekonomian di tingkat lokal. Dengan demikian, kebijakan TKDN tidak hanya menguntungkan industri besar tetapi juga UMKM.
Transformasi Industri Berbasis Teknologi dan Riset
Transformasi industri berbasis teknologi dan riset menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia di kancah global. Dengan mengadopsi teknologi terbaru, industri dapat meningkatkan efisiensi produksi, kualitas produk, dan inovasi.
Pengembangan riset dan inovasi juga penting untuk menciptakan produk-produk baru yang bernilai tambah tinggi. Indonesia perlu meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan teknologi agar mampu bersaing dengan negara-negara lain. Hal ini akan mendorong munculnya teknologi dan inovasi baru.
Pemerintah juga perlu mendorong kolaborasi antara industri, perguruan tinggi, dan lembaga riset untuk mempercepat pengembangan teknologi dan inovasi. Kolaborasi ini akan menghasilkan sinergi yang positif dan mempercepat kemajuan industri manufaktur di Indonesia.
Data World Bank mencatat MVA sektor manufaktur Indonesia pada 2023 mencapai US$ 255,96 miliar atau Rp4,26 kuadriliun, meningkat 36,4 persen dibandingkan tahun 2022. Sementara itu, BPS mencatat industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,31 persen pada triwulan I-2025, dengan industri makanan dan minuman sebagai penopang utama. Tren positif ini menunjukkan keberhasilan upaya pemerintah dalam memperkuat struktur industri dan menciptakan industri terintegrasi dari hulu hingga hilir, menghasilkan nilai tambah tinggi dan penyerapan tenaga kerja.