Kejati Kepri Hentikan Penuntutan Kasus Pencemaran Nama Baik di Bintan
Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menghentikan penuntutan kasus pencemaran nama baik di Bintan melalui keadilan restoratif, setelah tercapai kesepakatan damai antara tersangka dan korban.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) membuat keputusan penting dengan menghentikan penuntutan kasus pencemaran nama baik di Bintan. Keputusan ini diambil pada Senin, 17 Februari, berdasarkan prinsip keadilan restoratif atau restorative justice. Kasus ini melibatkan Andi Bachiramsyah alias AM bin Adi Bakhtiar sebagai tersangka dan La Ode Saiputdin sebagai korban. Langkah ini menandai sebuah pendekatan baru dalam penyelesaian perkara hukum di Kepri.
Keadilan Restoratif: Jalan Damai Menuju Penyelesaian
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, menjelaskan bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung telah menyetujui penghentian penuntutan ini. Keputusan tersebut didasarkan pada Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, dan Surat Edaran Jampidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini memenuhi sejumlah persyaratan penting.
Salah satu syarat utama adalah adanya kesepakatan damai antara korban dan tersangka. Selain itu, tersangka harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu belum pernah dihukum sebelumnya, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun penjara. Tidak adanya kerugian materiil bagi korban juga menjadi pertimbangan penting. Yang tak kalah penting, tersangka harus mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara langsung kepada korban, yang kemudian memaafkan perbuatan tersangka tersebut.
Yusnar menambahkan bahwa pertimbangan sosiologis juga turut memengaruhi keputusan ini. Masyarakat setempat merespon positif penghentian penuntutan melalui jalur keadilan restoratif, sehingga tercipta keharmonisan di lingkungan warga. Sepanjang tahun 2025, ini merupakan perkara kedua yang dihentikan penuntutannya oleh Kejati Kepri berdasarkan keadilan restoratif; kasus pertama adalah kasus pencurian motor di Batam pada Januari 2025.
Kronologi Kasus Pencemaran Nama Baik
Kasus pencemaran nama baik ini bermula dari tuduhan Andi Bachiramsyah terhadap La Ode Saiputdin sebagai penipu. Tuduhan tersebut disampaikan tanpa bukti yang kuat, sehingga La Ode Saiputdin melaporkan Andi Bachiramsyah ke Polres Bintan pada Mei 2024. Setelah disetujui penghentian penuntutan, Kejari Bintan akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.
Kejati Kepri dan Keadilan Restoratif
Kejati Kepri menekankan komitmennya dalam menyelesaikan perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif. Pendekatan ini difokuskan pada pemulihan keadaan semula dan keseimbangan antara perlindungan kepentingan korban dan pelaku. Tujuannya bukan pembalasan, melainkan pemulihan dan rekonsiliasi. Yusnar menegaskan bahwa keadilan restoratif merupakan kebutuhan hukum masyarakat dan mekanisme penting dalam pembaharuan sistem peradilan. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan, serta menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Dengan kebijakan restorative justice, Kejati Kepri berharap tidak ada lagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh rasa ketidakadilan. Namun, Yusnar juga menekankan bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang bagi pelaku untuk mengulangi perbuatan pidananya. Pendekatan ini tetap mengedepankan prinsip hukum dan keadilan, namun dengan cara yang lebih humanis dan restorative.
Kejati Kepri berkomitmen untuk terus menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan kasus-kasus yang sesuai kriteria. Hal ini menunjukkan upaya untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih adil, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, diharapkan dapat tercipta rasa keadilan dan harmoni di tengah masyarakat Kepulauan Riau.