Kemendukbangga Usul Kurikulum Reproduksi Formal di Sekolah: Solusi atau Kontroversi?
Kemendukbangga mengusulkan kurikulum reproduksi formal di sekolah berdasarkan panduan UNESCO, memicu diskusi tentang pendidikan seksualitas komprehensif di Indonesia.

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN baru-baru ini menyarankan penerapan kurikulum reproduksi formal di sekolah-sekolah Indonesia. Usulan ini, yang disampaikan melalui siniar pada Selasa lalu, mendorong diskusi hangat seputar pendidikan seksualitas komprehensif di Tanah Air. Usulan tersebut mengacu pada panduan internasional dari UNESCO dan WHO, mencakup berbagai aspek kognitif, emosional, fisik, dan sosial dalam seksualitas remaja.
Penata Kependudukan Ahli Madya Kemendukbangga/BKKBN, Yuniarini, menjelaskan bahwa kurikulum formal tentang reproduksi atau sexual education di sekolah perlu disusun secara komprehensif. Ia menekankan pentingnya mengikuti panduan teknis internasional tentang pendidikan seks yang dikeluarkan oleh UNESCO pada tahun 2018. Panduan ini diharapkan dapat memberikan kerangka kerja yang terstruktur dan komprehensif dalam penyampaian materi pendidikan seksualitas.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para siswa tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Dengan adanya kurikulum formal, diharapkan dapat mengurangi angka kehamilan remaja dan penyebaran penyakit menular seksual. Namun, usulan ini juga memicu perdebatan dan berbagai pandangan yang berbeda di masyarakat.
Kurikulum Reproduksi: Delapan Topik Utama
Kurikulum yang diusulkan UNESCO dan WHO mencakup delapan topik utama. Topik-topik tersebut meliputi hubungan (relationship), nilai, hak, budaya, dan seksualitas; pemahaman gender; kekerasan dan keselamatan; keterampilan untuk kesehatan dan kebugaran; tubuh manusia dan perkembangannya; seksualitas dan perilaku seksual; serta kesehatan reproduksi dan seksual. Setiap topik dirancang dengan pertimbangan kelompok usia, yakni 5-8 tahun, 9-12 tahun, 12-15 tahun, dan 15 tahun ke atas, untuk memastikan materi sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan anak.
Kemendukbangga/BKKBN juga menyarankan koordinasi dengan para pemimpin adat dan agama dalam merancang buku panduan tentang pencegahan infeksi menular seksual berdasarkan kearifan lokal. Buku panduan ini, yang ditujukan untuk orang tua, guru, sekolah, dan remaja, diharapkan dapat melengkapi kurikulum formal dan memberikan pendekatan yang lebih holistik.
Selain itu, Kemendukbangga/BKKBN juga menekankan pentingnya pendanaan untuk kampanye rutin tentang kesehatan reproduksi untuk mendukung implementasi kurikulum dan buku panduan ini. Hal ini menunjukkan komitmen Kemendukbangga/BKKBN untuk memastikan keberhasilan program pendidikan seksualitas komprehensif di Indonesia.
Partisipasi Remaja dalam Pembentukan Kebijakan
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji, menegaskan pentingnya melibatkan remaja dalam proses pembentukan kebijakan terkait kesehatan reproduksi. Beliau menyatakan bahwa setiap kebijakan harus berangkat dari permasalahan yang ada, dan perspektif remaja sangat penting untuk mendapatkan solusi yang tepat guna. Hal ini menunjukkan komitmen Kemendukbangga untuk menciptakan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi remaja.
Wihaji juga menekankan pentingnya membangun Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang komprehensif dengan melibatkan para remaja dan anak muda. GDPK ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembangunan kependudukan Indonesia yang berkelanjutan dan berwawasan masa depan. Dengan melibatkan generasi muda, diharapkan kebijakan yang dihasilkan dapat lebih relevan dan efektif.
Kemendukbangga memiliki dua urusan utama, yakni kependudukan dan pembangunan keluarga. Kebijakan kependudukan yang tepat akan menentukan arah bangsa ke depan. Oleh karena itu, partisipasi aktif remaja dan anak muda dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sangatlah krusial.
Kesimpulan
Usulan kurikulum reproduksi formal dari Kemendukbangga/BKKBN memicu perdebatan penting tentang pendidikan seksualitas komprehensif di Indonesia. Meskipun terdapat potensi manfaat dalam hal pencegahan kehamilan remaja dan penyakit menular seksual, implementasinya membutuhkan pertimbangan matang dan pendekatan yang sensitif terhadap nilai-nilai budaya dan agama di Indonesia. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk orang tua, tokoh agama, dan para ahli, sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini.