Kerusakan Hutan di Tiga Hulu Sungai Capai 2.300 Hektare, Picu Banjir di Jakarta dan Sekitarnya
Forest Watch Indonesia (FWI) menemukan kerusakan hutan di hulu sungai Ciliwung, Bekasi, dan Cisadane mencapai 2.300 hektare, menyebabkan banjir di Jakarta dan sekitarnya akibat hilangnya fungsi konservasi air dan tanah.

Forest Watch Indonesia (FWI) baru-baru ini mengungkapkan temuan mengejutkan terkait kerusakan hutan di tiga hulu sungai utama di Jawa Barat: Ciliwung, Bekasi, dan Cisadane. Kerusakan hutan yang mencapai 2.300 hektare ini telah menyebabkan hilangnya fungsi vital hutan sebagai penjaga konservasi air dan tanah, berdampak signifikan pada peningkatan risiko banjir di Jakarta dan sekitarnya. Temuan ini diungkap pada Rabu, 12 Maret, oleh Pengkampanye Hutan FWI, Tsabit Khairul Auni.
Menurut Tsabit, hutan berperan krusial dalam menyimpan air di dalam tanah. Keberadaan hutan yang lebat mampu menahan air hujan agar tidak langsung mengalir deras ke sungai, sehingga mencegah terjadinya banjir. Namun, alih fungsi lahan yang masif di kawasan hulu sungai telah merusak keseimbangan ekosistem ini. Akibatnya, air hujan mengalir deras tanpa hambatan, menyebabkan sungai meluap dan menimbulkan bencana banjir di berbagai wilayah, termasuk Kawasan Puncak, Jakarta, dan Bekasi.
Kerusakan hutan ini bukan hanya mengakibatkan banjir, tetapi juga berdampak buruk pada kemampuan tanah dalam menyerap air. Hal ini meningkatkan risiko run-off atau aliran permukaan, mempercepat proses terjadinya banjir, dan mengurangi ketersediaan air tanah. Situasi ini semakin diperparah dengan konversi lahan yang masif menjadi lahan terbangun, seperti villa, objek wisata, permukiman, dan infrastruktur jalan. Lahan terbangun ini membuat air hujan sulit meresap ke dalam tanah, sehingga meningkatkan volume air yang mengalir ke sungai.
Analisis Kerusakan Hutan dan Dampaknya
FWI mencatat bahwa deforestasi atau kerusakan hutan alam di tiga DAS tersebut telah mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 2.300 hektare sepanjang periode 2017 hingga 2023. Angka ini setara dengan 850 kali luas lahan Gedung Sate di Bandung. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh alih fungsi lahan yang terus berlanjut.
Analisis lebih lanjut di Kawasan Puncak Bogor antara tahun 2017 hingga 2024 menunjukkan perubahan signifikan pada kondisi penutupan hutan dan lahan. Dari total kerusakan hutan alam seluas 310 hektare di Kecamatan Megamendung dan Cisarua, Bogor, sekitar 208,76 hektare telah dialihfungsikan menjadi perkebunan, 26,64 hektare menjadi lahan terbangun, dan 75,33 hektare menjadi lahan terbuka. Perubahan ini menunjukkan betapa masifnya alih fungsi lahan yang terjadi.
"Kerusakan hutan akibat alih fungsi di Hulu DAS Ciliwung, Kali Bekasi, dan Cisadane mendorong meluapnya sungai sehingga menyebabkan banjir yang merendam sejumlah wilayah di Kawasan Puncak, kota-kota di Jakarta dan Bekasi," ungkap Tsabit Khairul Auni. Pernyataan ini menggarisbawahi hubungan langsung antara kerusakan hutan dan bencana banjir yang terjadi.
Konversi lahan yang masif menjadi lahan terbangun semakin memperparah situasi. Air hujan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah, meningkatkan risiko banjir. Hal ini menunjukkan urgensi untuk menjaga kelestarian hutan di kawasan hulu sungai sebagai upaya mitigasi bencana banjir.
Upaya Konservasi dan Pencegahan Banjir
Temuan FWI ini menyoroti pentingnya upaya konservasi hutan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Perlindungan hutan di kawasan hulu sungai merupakan kunci dalam mencegah bencana banjir dan menjaga keseimbangan ekosistem. Diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk mencegah kerusakan hutan lebih lanjut dan mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan.
Pentingnya kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga kelestarian lingkungan juga tidak dapat diabaikan. Perubahan perilaku dan pola konsumsi yang ramah lingkungan dapat mengurangi tekanan terhadap hutan dan sumber daya alam. Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait sangat krusial dalam mengatasi masalah ini.
Kesimpulannya, kerusakan hutan di tiga hulu sungai tersebut merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan harus menjadi prioritas untuk mencegah bencana banjir dan menjaga kelestarian lingkungan.