KIP Desak BPJS Kesehatan Terbuka Soal Kebijakan Kelas Rawat Inap Baru
Komisi Informasi Pusat (KIP) mendorong BPJS Kesehatan untuk lebih transparan terkait perubahan regulasi kelas rawat inap standar (KRIS) dan menanggapi hoaks yang beredar.

Jakarta, 20 Februari 2024 - Komisi Informasi Pusat (KIP) mendesak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk meningkatkan transparansi dan keterbukaan informasi publik terkait kebijakan terbaru, khususnya perubahan regulasi kelas rawat inap. Desakan ini muncul menyusul perubahan kelas rawat inap standar (KRIS) yang akan menggantikan kelas 1, 2, dan 3 mulai Juni 2025. Anggota KIP, Rospita Vici Paulyn, menyoroti kurangnya sosialisasi masif dari BPJS Kesehatan terkait perubahan ini, yang berujung pada maraknya informasi hoaks.
"Perubahan regulasi BPJS Kesehatan ini sangat menyentuh kepentingan masyarakat, khususnya peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," ujar Vici dalam Pers Briefing bertajuk Transparansi dan Akuntabilitas Layanan Informasi Publik BPJS Kesehatan dalam Pemenuhan Hak Publik untuk Tahu di Kantor KIP, Jakarta. Ia menambahkan bahwa kurangnya sosialisasi telah menyebabkan kebingungan dan penyebaran informasi yang tidak akurat di tengah masyarakat.
Vici menekankan pentingnya peran BPJS Kesehatan sebagai badan publik untuk secara aktif mengklarifikasi informasi hoaks yang beredar. Sebagai contoh, ia menyinggung isu hoaks tentang penggratisan kelas mandiri BPJS yang menyebabkan keresahan masyarakat karena kurangnya klarifikasi resmi dari BPJS Kesehatan. "Ketiadaan klarifikasi yang masif dari institusi terkait sangat memprihatinkan," tegasnya.
Perbaikan Regulasi dan Sosialisasi yang Lebih Efektif
Vici merekomendasikan pemerintah untuk mengkaji ulang regulasi KRIS dan memastikan pedoman pelaksanaannya sesuai dengan kondisi lapangan. Hal ini penting untuk memastikan kebijakan tersebut efektif dan diterima oleh semua pihak. Ia juga menyarankan agar proses pembuatan regulasi melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk dokter, tenaga kesehatan, dan masyarakat.
Lebih lanjut, Vici juga menyoroti perlunya pembenahan dalam pendataan dan verifikasi peserta program JKN BPJS Kesehatan agar data yang ada akurat dan terupdate. Hal ini akan membantu dalam menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran dan efektif.
Menanggapi hal ini, Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjamin Manfaat BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani, menyatakan kesiapan BPJS Kesehatan untuk terus memberikan informasi kepada masyarakat. Ia mengakui luasnya wilayah Indonesia menjadi tantangan tersendiri dalam mensosialisasikan kebijakan. "Kami memiliki bagian khusus untuk mengedukasi masyarakat, dan upaya ini akan terus dilakukan," pungkas Ari.
Rincian Persyaratan Fasilitas KRIS
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 telah menetapkan 12 persyaratan fasilitas ruang perawatan berdasarkan KRIS. Berikut rinciannya:
- Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi.
- Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 kali pergantian udara per jam.
- Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
- Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
- Adanya nakas per tempat tidur.
- Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat celsius.
- Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan noninfeksi).
- Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur dengan jarak antartepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
- Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung.
- Kamar mandi dalam ruang rawat inap.
- Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
- Outlet oksigen.
Peningkatan transparansi dan sosialisasi yang efektif dari BPJS Kesehatan sangat krusial untuk memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan mencegah penyebaran hoaks. Partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, sangat penting untuk keberhasilan program JKN.