KLH Ancam Sanksi Tegas TPA 'Open Dumping': 10 Tahun Penjara & Denda Rp10 Miliar
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengancam sanksi tegas, termasuk pidana penjara hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar, bagi pengelola TPA yang masih melakukan praktik 'open dumping' dan melanggar aturan pengelolaan sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memberikan peringatan keras kepada pengelola tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah yang masih menjalankan praktik open dumping atau pembuangan sampah secara terbuka. Ancaman sanksi tegas berupa hukuman penjara dan denda besar siap dijatuhkan bagi para pelanggar.
Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menjelaskan bahwa pengelola TPA yang melanggar aturan akan dijerat Pasal 40 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mereka terancam hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Pengawasan ketat terhadap TPA yang diduga melakukan open dumping akan terus dilakukan KLH. Tidak hanya sanksi pidana, sanksi administratif berupa Paksaan Pemerintah juga akan diterapkan untuk memastikan kepatuhan terhadap norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku dalam pengelolaan sampah.
Peringatan ini muncul setelah Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke TPA Sarbagita di Denpasar, Bali pada 19 Januari lalu. Sidak tersebut merupakan bagian dari pengawasan intensif terhadap 306 TPA di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2025.
Tujuan pengawasan ini untuk menertibkan pengelolaan sampah, mencegah bahaya lingkungan, serta menghentikan pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat praktik pengelolaan sampah yang tidak sesuai standar. Menteri Hanif sebelumnya telah menegaskan prioritas pengawasan terhadap 306 TPA di Indonesia pada tahun ini.
Hasil sidak di TPA Sarbagita mengungkap sejumlah pelanggaran serius. Terdapat temuan pengelolaan lindi (cairan limbah sampah) yang tidak sesuai prosedur. Lebih mengkhawatirkan lagi, saluran pembuangan lindi langsung mengalir ke laut tanpa melewati Instalasi Pengolahan Lindi (IPL), sehingga berpotensi mencemari Teluk Benoa.
Pengujian laboratorium menunjukkan tingginya kandungan Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), zat padat tersuspensi (TSS), dan Nitrogen Total dalam sampel lindi dan air laut. Hasilnya melampaui baku mutu yang ditetapkan dalam Permen LHK No. 59 Tahun 2016. Akibatnya, sekitar 3,8 hektare pohon mangrove mati karena aliran lindi yang tercemar, berdasarkan analisis fotogrametri menggunakan drone.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Deputi Gakkum KLH, Rizal Irawan, memasang papan peringatan dan mengumumkan akan ada langkah hukum terhadap pelanggaran yang ditemukan. KLH berkomitmen untuk memastikan pengelolaan sampah di Indonesia dilakukan sesuai standar dan ramah lingkungan.