Komnas HAM: Rekam Jejak HAM, Pertimbangan Penting Gelar Pahlawan Nasional
Komnas HAM menekankan pentingnya rekam jejak HAM dalam proses pemberian gelar pahlawan nasional, mengingat pentingnya sosok pahlawan sebagai panutan masyarakat yang menghormati HAM.

Jakarta, 2 Mei 2024 - Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto, kembali menjadi perbincangan hangat. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses tersebut. Pernyataan ini muncul setelah Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyatakan Soeharto berpeluang mendapatkan gelar tersebut tahun ini.
Atnike menjelaskan bahwa seorang pahlawan nasional seharusnya menjadi role model yang komprehensif bagi masyarakat Indonesia. Hal ini mencakup, diantaranya, penghormatan terhadap HAM. Meskipun Komnas HAM tidak memiliki wewenang langsung dalam proses penetapan gelar pahlawan, Atnike menekankan perlunya transparansi dan landasan yang jelas dalam proses tersebut. "Mungkin itu yang perlu menjadi pertimbangan apakah seseorang bisa menjadi role model yang cukup komprehensif sebagai warga negara yang baik, yang menghormati HAM salah satunya," ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap undang-undang kepahlawanan, apakah kriteria yang digunakan sudah komprehensif atau hanya berfokus pada satu aspek saja, seperti pembangunan ekonomi. Atnike menyarankan agar proses tersebut mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh, termasuk rekam jejak HAM dari tokoh yang diusulkan.
Proses Seleksi Gelar Pahlawan Nasional
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, menjelaskan bahwa Soeharto telah dua kali diusulkan sebagai calon pahlawan nasional, yaitu pada tahun 2010 dan 2015. Menurutnya, secara normatif, persyaratan untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan telah terpenuhi, terutama setelah pencabutan TAP MPR yang sebelumnya menjadi kendala. "Secara normatif semua persyaratan untuk menjadikan Pak Harto sebagai pahlawan sudah terpenuhi," kata Gus Ipul. "Dahulu kendalanya itu dari risalah yang saya baca itu karena ada TAP MPR itu 'kan, nah sekarang TAP MPR-nya sudah dicabut. Jadi, saya sebut berpeluang untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini."
Lebih dari 10 tokoh nasional diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini. Selain Soeharto dan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), terdapat juga usulan tokoh-tokoh ulama dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa Barat.
Proses usulan diawali dari masyarakat melalui pemerintah daerah, mulai dari tingkat bupati/wali kota, gubernur, hingga ke Kementerian Sosial. Setiap daerah memiliki Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) yang melakukan verifikasi dan penilaian. Usulan yang lolos verifikasi kemudian dibahas oleh Dewan Gelar sebelum akhirnya diputuskan oleh Presiden.
Pertimbangan Komprehensif dalam Pemberian Gelar Pahlawan
Pernyataan Komnas HAM ini menimbulkan diskusi penting tentang kriteria pemberian gelar pahlawan nasional. Apakah cukup hanya melihat aspek pembangunan ekonomi atau perlu mempertimbangkan aspek HAM secara komprehensif? Atnike menekankan bahwa seorang pahlawan harus menjadi teladan yang baik dalam segala aspek, termasuk dalam menghormati hak asasi manusia. Ini penting untuk memastikan bahwa gelar pahlawan diberikan kepada tokoh yang benar-benar layak dan dapat menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.
Proses pemberian gelar pahlawan nasional seharusnya transparan dan akuntabel. Pertimbangan yang komprehensif, termasuk rekam jejak HAM, sangat penting untuk memastikan bahwa gelar tersebut diberikan kepada tokoh yang pantas dan dapat menjadi panutan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini juga akan menjaga integritas dan kredibilitas proses penetapan gelar pahlawan nasional.
Dengan demikian, perdebatan seputar pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto tidak hanya membahas jasa-jasa pembangunannya, tetapi juga rekam jejaknya dalam hal penghormatan terhadap HAM. Komnas HAM berharap agar aspek HAM menjadi pertimbangan utama dalam proses tersebut, sehingga gelar pahlawan nasional diberikan kepada tokoh yang benar-benar layak dan dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.