Konflik India-Pakistan Ancam Ekspor CPO Indonesia, Ini Kata Ekonom!
Ekonom Bank Mandiri sebut konflik India-Pakistan berpotensi pengaruhi ekspor CPO Indonesia karena kedua negara adalah mitra dagang utama.

Eskalasi konflik antara India dan Pakistan menjadi perhatian serius bagi Indonesia. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyampaikan kekhawatiran bahwa konflik ini dapat berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor komoditas minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam webinar Mandiri Macro and Market Brief Indonesia Economic Outlook Q2 2025 di Jakarta.
India dan Pakistan merupakan mitra ekspor utama bagi Indonesia. India menyumbang 14,8 persen dan Pakistan 10,5 persen dari total ekspor CPO Indonesia. Memburuknya hubungan kedua negara berpotensi mengganggu stabilitas permintaan CPO dari kedua negara tersebut.
Andry Asmoro menekankan pentingnya rekonsiliasi antara India dan Pakistan. Ia berharap kedua negara dapat segera mencapai kesepakatan damai. Tujuannya agar tidak memperburuk kondisi perekonomian global yang saat ini sudah penuh dengan tantangan geopolitik.
Dampak Konflik India-Pakistan pada Ekspor CPO
Andry Asmoro menjelaskan bahwa sekitar 25 persen ekspor CPO Indonesia bergantung pada India dan Pakistan. "Tentu saja, kalau konfliknya semakin memburuk akan berdampak kepada permintaan dari kedua negara tadi terhadap ekspor CPO kita,” ujarnya.
Ia menambahkan, perkembangan positif berupa gencatan senjata antara kedua negara dalam beberapa hari terakhir memberikan sedikit harapan. Namun, situasi ini tetap harus dipantau dengan cermat.
Selain konflik India-Pakistan, pemerintah Indonesia juga perlu mewaspadai dampak dari kebijakan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Perang dagang ini telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di banyak negara pada triwulan I 2025.
Ancaman Perang Dagang AS-China
Indonesia sebenarnya tidak terlalu terdampak langsung oleh kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat. Kontribusi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat relatif kecil terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, hanya sekitar 2,2 persen.
Andry Asmoro mengungkapkan bahwa konsumsi masyarakat dalam negeri menopang 52-54 persen PDB Indonesia. Meskipun demikian, Indonesia tetap harus berhati-hati terhadap dampak lanjutan (spillover) dari perang dagang antara AS dan China.
Perang dagang ini berpotensi menurunkan permintaan ekspor Indonesia ke China. Saat ini, China menyerap 22,1 persen dari total ekspor nasional, terutama komoditas batu bara dan CPO.
Diversifikasi Ekspor China dan Dampaknya
Perang dagang juga mengancam industri manufaktur domestik. Tarif impor yang tinggi mendorong China untuk melakukan diversifikasi ekspor ke berbagai negara selain Amerika Serikat, termasuk Indonesia.
Andry menambahkan, "Kalau ternyata yang masuk (diimpor dari China) adalah barang-barang akhir (produk jadi) yang bisa bersaing kemudian dengan produk-produk dari domestic manufacturers (produsen dalam negeri) di Indonesia, terutama yang industri padat karya, ini yang kita lihat jadi tantangan berikutnya dari trade war (perang dagang).”
Ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan global menjadi tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Pemerintah dan pelaku ekonomi perlu bersiap menghadapi berbagai skenario dan mencari solusi untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.