Konflik Pabrik Sawit di Kubar: DLH Kaltim Mediasi Sengketa Lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup Kaltim memediasi konflik antara warga Kampung Muara Siram, Kubar, dan PT Hamparan Khatulistiwa Indah terkait operasional pabrik sawit yang diduga belum mengantongi izin lengkap.

Konflik sosial dan lingkungan di Kampung Muara Siram, Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, melibatkan pabrik pengolahan kelapa sawit PT Hamparan Khatulistiwa Indah (HKI) dan warga sekitar. Konflik ini berpusat pada dugaan ketidaklengkapan perizinan pabrik yang beroperasi di lahan seluas 55,84 hektare. Permasalahan ini telah sampai ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur yang kini tengah melakukan mediasi untuk mencari solusi.
Permasalahan ini mencuat karena warga setempat merasa dirugikan dan tidak dilibatkan dalam proses pembangunan pabrik. PT HKI, meskipun telah mendapatkan surat persetujuan beroperasi dari Kementerian Perindustrian pada November 2024, masih menghadapi masalah krusial terkait ketidaklengkapan perizinan, khususnya izin lingkungan berupa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Kepala DLH Kaltim, Anwar Sanusi, menekankan pentingnya peran masyarakat dalam proses ini, mengingat mereka yang merasakan dampak langsung dari keberadaan pabrik. Beliau menyatakan, "Terkait konflik ini, kami telaah aturan-aturan yang berlaku untuk pendirian perusahaan kelapa sawit ini, apakah sudah sesuai prosedur atau belum serta memastikan apakah seluruh persyaratan sudah lengkap atau belum. Ini krusial."
Penolakan Keras Masyarakat Adat
Panglima Besar Laskar Mandau Adat Dayak Kutai Banjar, Rudolf, mewakili masyarakat adat Muara Siram, secara tegas menolak operasional pabrik PT HKI. Rudolf menyatakan, "Pabrik PT Hamparan Khatulistiwa Indah ini dibangun dan mulai commissioning tanpa izin lengkap. Tindakan ini sangat kami tolak, karena masyarakat adat yang berada di wilayah itu merasa tidak pernah dilibatkan dan justru dirugikan oleh kehadiran pabrik ini." Mereka telah melaporkan permasalahan ini kepada berbagai instansi terkait, termasuk DLH Kaltim dan DPMPTSP Kaltim.
Akibat laporan tersebut, aktivitas PT HKI saat ini dihentikan sementara hingga seluruh perizinan terpenuhi. Masyarakat juga menyoroti masalah ketersediaan air di wilayah tersebut yang dinilai tidak mencukupi untuk operasional dua pabrik dalam radius satu kilometer, yang sama-sama memanfaatkan air Sungai Bongan, sumber air utama masyarakat setempat. Mereka mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk segera menyelesaikan permasalahan ini.
Rudolf menambahkan kekhawatirannya terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pabrik, khususnya bagi masyarakat adat yang bergantung pada kelestarian lingkungan sekitar. Ketiadaan izin lingkungan yang sah menjadi poin utama penolakan masyarakat terhadap operasional pabrik tersebut.
Belum Terpenuhinya Persyaratan Lingkungan
Kabid Tata Lingkungan DLH Kaltim, M Chamidin, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penilaian dan mempertimbangkan penolakan masyarakat, Dokumen Analisis Dampak Lingkungan dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PT Hamparan Khatulistiwa Indah dinyatakan belum dapat disetujui. Beberapa poin yang menjadi pertimbangan meliputi konflik sosial, masalah sumber bahan baku tandan buah sawit (TBS), penggunaan air Sungai Bongan, dan pembuangan air limbah.
Kesimpulannya, DLH Kaltim tengah berupaya keras untuk menyelesaikan konflik ini dengan melakukan mediasi. Hingga saat ini, operasional PT HKI masih dihentikan sementara. Penyelesaian konflik ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi masyarakat dan memastikan kelestarian lingkungan di wilayah tersebut. Proses mediasi ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang mengakomodasi kepentingan semua pihak dan memastikan kepatuhan terhadap aturan lingkungan yang berlaku.
Permasalahan ini menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses perizinan pembangunan industri dan perlunya pengawasan yang ketat terhadap kepatuhan perusahaan terhadap regulasi lingkungan. Keberadaan pabrik seharusnya membawa dampak positif bagi masyarakat, bukan malah menimbulkan konflik dan kerugian.