Sengketa Lahan Sawit Mahakam Ulu: DPRD Temui BPN Kaltim Cari Solusi
DPRD Mahakam Ulu mengunjungi BPN Kaltim untuk mencari solusi sengketa lahan perkebunan sawit antara warga dan perusahaan di Kampung Wana Pariq dan Tri Pariq Makmur, yang melibatkan izin usaha perkebunan sejak tahun 2012.

Samarinda, 19 Maret 2024 - Komisi I DPRD Kabupaten Mahakam Ulu mengunjungi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda pada Rabu, 19 Maret 2024. Kunjungan ini bertujuan untuk membahas sengketa lahan perkebunan sawit yang melibatkan warga dan sebuah perusahaan di wilayah tersebut. Permasalahan ini berpusat di Kampung Wana Pariq dan Tri Pariq Makmur, Kecamatan Long Hubung, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Sengketa ini melibatkan klaim lahan warga yang telah bersertifikat dan klaim perusahaan yang mengantongi Hak Guna Usaha (HGU).
Ketua Komisi I DPRD Mahakam Ulu, Marthin Hat, memimpin rombongan yang terdiri dari enam anggota. Mereka datang untuk meminta klarifikasi langsung kepada BPN Kaltim mengenai sejarah izin usaha perkebunan sawit tersebut dan mencari solusi atas konflik yang terjadi. "Kedatangan kami ke sini karena di Mahakam Ulu ada permasalahan lahan perkebunan sawit sehingga kami ingin tanya langsung ke BPN sejarah adanya izin usaha dan hal lain yang terkait," jelas Marthin Hat.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kaltim, Adri Virly Rachman, dan beberapa stafnya. Rombongan DPRD Mahakam Ulu berharap BPN dapat memberikan penjelasan yang komprehensif dan membantu menyelesaikan permasalahan yang telah berlangsung lama ini, demi terciptanya kedamaian dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Kronologi Sengketa Lahan Sawit
Konflik lahan ini bermula dari keberadaan dua kampung, Wana Pariq dan Tri Pariq Makmur, yang telah berdiri sejak zaman Presiden Soeharto melalui program transmigrasi lokal. Saat itu, kawasan tersebut masih berupa hutan tanaman industri (HTI). Setelah HTI tutup, kedua kampung tersebut tetap ada dan warga telah memiliki sertifikat lahan. Namun, sebuah perusahaan kemudian melakukan pembukaan perkebunan sawit di lahan yang diklaim warga tersebut. Perusahaan tersebut mengklaim telah memiliki HGU yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat.
"Inilah persoalan yang terjadi di Mahulu, makanya kami datang ke BPN Kaltim karena ingin mengetahui sejarah perizinan sampai adanya pembukaan perkebunan yang kini menjadi masalah, mengingat adanya tuntutan warga bahwa perkebunan tersebut di atas lahan masyarakat," ungkap Marthin Hat. Permasalahan ini menjadi sorotan karena menyangkut hak kepemilikan lahan warga yang telah memiliki sertifikat.
BPN Kaltim, melalui Adri Virly Rachman, memaparkan dokumen terkait izin usaha perkebunan tersebut. Dokumen menunjukkan bahwa izin usaha perkebunan pertama kali dikeluarkan pada 9 Oktober 2012 oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Kemudian, izin diperbarui pada tahun 2013 di Mahakam Ulu, dan kembali diperbarui pada tahun 2016 oleh Penjabat Bupati Mahakam Ulu tanpa perubahan luasan lahan sejak izin tahun 2012.
Terkait pertanyaan mengenai keberadaan HGU di atas lahan warga yang bersertifikat, Adri Virly menjelaskan, "Sedangkan untuk pertanyaan apakah benar HGU perkebunan sawit ini berada di atas lahan warga yang sudah bersertifikat, saya tidak bisa memastikan saat ini, karena untuk memastikan itu harus turun langsung ke lapangan, yakni untuk memastikan lokasi dan kelengkapan surat dari masing-masing pihak." Hal ini menunjukkan perlunya investigasi lebih lanjut di lapangan untuk memastikan kebenaran klaim masing-masing pihak.
Langkah Selanjutnya
Pertemuan ini menjadi langkah awal dalam upaya penyelesaian sengketa lahan. BPN Kaltim menyatakan akan melakukan investigasi lebih lanjut di lapangan untuk memverifikasi data dan memastikan lokasi lahan yang disengketakan. DPRD Mahakam Ulu akan terus mengawal proses penyelesaian sengketa ini dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi. Proses ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil dan mengakhiri konflik yang telah berlangsung.
Kejelasan status lahan dan kepemilikan menjadi kunci penyelesaian sengketa ini. Proses verifikasi di lapangan akan melibatkan pemeriksaan dokumen kepemilikan lahan warga dan HGU perusahaan. Diharapkan, proses ini akan memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak dan mencegah konflik serupa di masa mendatang. Transparansi dan keadilan dalam proses penyelesaian sengketa ini sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial di Mahakam Ulu.