Korban Human Trafficking di Myanmar: Kisah Ilham yang Mengungkap Sindikat Penipuan Online
Ilham Fajrian, korban human trafficking di Myanmar, berbagi kisah pilu tentang penipuan pekerjaan, penculikan, dan eksploitasi hingga akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia.

Ilham Fajrian, seorang warga Jakarta, menjadi korban perdagangan manusia di Myanmar. Kisahnya bermula dari tawaran pekerjaan menarik di media sosial yang berujung pada penculikan dan pemaksaan untuk terlibat dalam sindikat penipuan online. Setelah berjuang melawan kondisi yang mengerikan, Ilham akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia, membawa cerita haru sekaligus mengungkap praktik gelap perdagangan manusia yang melibatkan sindikat internasional.
Tawaran pekerjaan sebagai staf administrasi di sebuah restoran di Maesot, Thailand, menjadi awal mula penderitaan Ilham. Ia tergiur dengan janji gaji tinggi dan lingkungan kerja yang nyaman, tanpa menyadari jebakan yang telah terpasang. Setelah berkomunikasi melalui Telegram dengan beberapa orang yang mengaku sebagai staf restoran, Ilham semakin yakin dan memutuskan untuk berangkat ke Thailand secara ilegal.
Perjalanan Ilham bersama 11 orang lainnya, termasuk sepupunya, dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta pada 13 Agustus 2024. Namun, setibanya di Bangkok, mereka dibawa dalam perjalanan panjang dan berliku menuju Maesot, Myanmar, bukan Thailand seperti yang dijanjikan. Ilham dan rombongan menyadari adanya kejanggalan, termasuk perpindahan kendaraan secara mencurigakan dan pengawalan oleh sejumlah tentara bersenjata.
Perjalanan Menuju Neraka Penipuan
Setibanya di sebuah perkebunan jeruk di Maesot, Myanmar, Ilham dan rombongan dipaksa menandatangani kontrak kerja selama 1 tahun 6 bulan dengan jam kerja 14 jam per hari. Mereka diharuskan mencapai target pendapatan US$200.000 untuk perusahaan. Jika gagal, kontrak akan diperpanjang. Ilham mengaku sempat menolak, namun ancaman kekerasan memaksanya menandatangani kontrak tersebut.
Setelah itu, Ilham dan korban lainnya dipaksa melakukan penipuan online, khususnya love scam, menargetkan warga Rusia dan Turki. Mereka diharuskan membuat korban jatuh cinta dan kemudian menipu mereka dengan cara menguras uang korban melalui tautan online.
Kondisi kerja sangat buruk. Ilham dan korban lainnya mengalami penganiayaan fisik seperti pemukulan dan sengatan listrik. Mereka juga dikurung di ruangan gelap tanpa makanan selama berhari-hari jika gagal mencapai target. “Setelah keluar dari 'penjara' itu, kami tidak bisa beristirahat; kami harus bekerja lagi. Kami bekerja sampai akhir hari kerja, dan baru setelah itu kami bisa beristirahat,” kenang Ilham.
Upaya Pemerintah Membebaskan Korban
Ayah Ilham, Rudiyanto, melaporkan kejadian ini ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok setelah mengetahui anaknya menjadi korban penipuan dan penyiksaan melalui pesan rahasia dari teman Ilham. KBRI kemudian berhasil menemukan lokasi Ilham di Myawaddy, Myanmar, sebuah daerah yang sedang dilanda konflik.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, menyatakan bahwa pihaknya berkoordinasi erat dengan otoritas Thailand untuk memfasilitasi pemulangan WNI tersebut. Kementerian juga berkoordinasi dengan otoritas Myanmar untuk memastikan tidak ada WNI yang tertinggal di Myawaddy.
Berkat upaya besar pemerintah, sebanyak 569 WNI korban perdagangan manusia berhasil diselamatkan dari Myawaddy dan dipulangkan dalam dua gelombang pada 18-19 Maret 2025. Wakil Menteri P2MI, Christina Aryani, mengakui proses pembebasan tidak mudah karena lokasi yang berada di daerah konflik.
Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menekankan pentingnya peningkatan proses perekrutan pekerja migran untuk mencegah dan melindungi WNI yang ingin bekerja di luar negeri. Ia juga mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap tawaran pekerjaan dengan gaji tinggi yang tidak masuk akal dan selalu mengikuti prosedur resmi serta mendaftar melalui perusahaan penempatan resmi.
Kisah Ilham menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan dan verifikasi terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik perdagangan manusia dan sindikat penipuan online internasional untuk melindungi warga negara Indonesia dari eksploitasi dan penindasan.