Polri dan Interpol Bangkok Perketat Penjagaan Perbatasan Thailand-Myanmar Cegah TPPO
Kerja sama Polri dan Interpol Bangkok memperketat perbatasan Thailand-Myanmar untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menyusul banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi korban di Myawaddy, Myanmar.

Jakarta, 21 Maret 2024 - National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia Divhubinter Polri dan NCB Interpol Thailand meningkatkan pengawasan perbatasan Thailand-Myanmar untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Langkah ini diambil setelah terungkapnya kasus pekerja migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar, melalui jalur Thailand Selatan, tepatnya Kota Mae Sot.
Ses NCB Interpol Indonesia, Brigjen Pol. Untung Widyatmoko, menjelaskan kerja sama ini sebagai respons langsung terhadap situasi tersebut. "Apakah kami melakukan kerja sama dengan Interpol Bangkok? Tentu saja. NCB Jakarta bekerja sama dengan NCB Bangkok," tegasnya dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta.
Namun, tantangan dalam upaya pencegahan ini cukup besar. Brigjen Pol. Untung mengungkapkan adanya celah penyelundupan manusia di perbatasan, khususnya melalui jalur sungai. Sungai Moei, yang memisahkan Mae Sot dan Myawaddy, dimanfaatkan para pelaku TPPO untuk membawa korban dari Thailand ke Myanmar dengan biaya 20.000 baht per orang. Aktivitas ilegal ini melibatkan penduduk lokal sebagai operator dan luput dari pengawasan otoritas Myawaddy, mengingat kota tersebut berada di bawah kendali kelompok bersenjata. "Jadi, saat melintas itu tidak terdapat pos imigrasi," tambahnya.
Kerja Sama Internasional untuk Cegah TPPO
Kerja sama antara kepolisian Indonesia dan Thailand sangat krusial untuk mencegah PMI kembali menjadi korban TPPO di Myanmar. Upaya bersama ini difokuskan pada peningkatan pengawasan perbatasan untuk menutup celah penyelundupan manusia. Hal ini menjadi penting karena minimnya pengawasan di perbatasan Thailand-Myanmar, khususnya di jalur sungai.
Langkah konkret yang diambil meliputi peningkatan patroli gabungan di sepanjang perbatasan, peningkatan kerjasama intelijen untuk mendeteksi dan mencegah pergerakan pelaku TPPO, serta sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya TPPO dan cara pencegahannya. Kerja sama ini diharapkan dapat menekan angka korban TPPO asal Indonesia di Myanmar.
Selain itu, pihak berwenang juga tengah menelusuri jaringan pelaku TPPO yang beroperasi di wilayah tersebut. Proses identifikasi dan penangkapan pelaku TPPO terus dilakukan untuk memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Tersangka TPPO Ditangkap, Modus Perekrutan Melalui Medsos
Di sisi lain, Dittipid PPA-PPO Bareskrim Polri telah menetapkan satu tersangka dalam kasus TPPO di Myawaddy, Myanmar, yaitu HR (27), seorang karyawan swasta asal Bangka Belitung. HR menawarkan pekerjaan customer service di Thailand, namun kenyataannya korban malah dipekerjakan sebagai pelaku penipuan daring (online scam) di Myanmar tanpa upah sesuai janji.
Penetapan tersangka ini berdasarkan asesmen terhadap 669 PMI korban TPPO di Myawaddy. Korban berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Modus perekrutannya dominan melalui media sosial, menawarkan pekerjaan customer service dengan upah yang menggiurkan (25.000-30.000 baht atau setara Rp10 juta-Rp15 juta). Korban yang tidak mencapai target akan mendapatkan hukuman berupa kekerasan dan pemotongan gaji.
"Apabila tidak mencapai target korban, maka akan mendapatkan hukuman berupa kekerasan secara verbal, non verbal, dan pemotongan gaji yang telah dijanjikan," jelas Brigjen Pol. Nurul Azizah, Dirtipid PPA-PPO.
Kasus ini menyoroti pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap tawaran pekerjaan yang tidak masuk akal, terutama yang dipromosikan melalui media sosial. Penting untuk selalu melakukan verifikasi dan pengecekan terhadap perusahaan atau agen penyalur tenaga kerja sebelum menerima tawaran pekerjaan.
Polri dan Interpol berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap TPPO. Kerja sama internasional dan peningkatan pengawasan perbatasan menjadi kunci dalam melindungi PMI dari eksploitasi dan kejahatan perdagangan manusia.