Repatriasi Korban Online Scam Myanmar: SBMI Desak Pemerintah Perkuat Pencegahan
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak pemerintah untuk tidak berhenti pada repatriasi ratusan WNI korban online scam di Myanmar, namun juga memperkuat pencegahan dan penegakan hukum.

Jakarta, 19 Maret 2024 - Pemulangan ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) korban eksploitasi jaringan kejahatan online scam di Myanmar disambut baik Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Namun, SBMI menegaskan bahwa repatriasi ini tidak boleh menjadi akhir dari upaya perlindungan WNI. Proses pemulangan yang merupakan hasil kerja sama pemerintah Indonesia, lembaga internasional, dan kelompok masyarakat sipil, justru menjadi bukti kurangnya upaya pencegahan dan perlindungan WNI dari tindak pidana perdagangan orang ke Myanmar.
Para korban, yang dipaksa bekerja di pusat penipuan di Myawaddy, Myanmar, mengalami kondisi tidak manusiawi, penyiksaan fisik dan mental. Mereka direkrut melalui modus lowongan kerja palsu dan dipaksa bekerja untuk sindikat kriminal yang meraup keuntungan miliaran dolar setiap tahunnya. "Kami mencatat bahwa sebagian besar dari para korban direkrut melalui modus lowongan kerja palsu, kemudian disekap, dipaksa bekerja dalam kondisi tidak manusiawi, serta mengalami penyiksaan fisik dan mental jika tidak memenuhi target kejahatan finansial yang ditetapkan oleh para sindikat," ungkap Koordinator Advokasi SBMI, Yunita Rohani.
Sejak 2022 hingga Februari 2025, SBMI telah menangani 174 kasus WNI yang terjebak dalam kejahatan online scam di Myanmar. Bersama keluarga korban, SBMI telah mengadvokasi kasus ini untuk mendorong pemerintah melakukan tindakan cepat dalam menyelamatkan dan memulangkan para korban, serta memperkuat mekanisme pencegahan di Indonesia. Repatriasi 554 WNI baru-baru ini, menurut SBMI, harus segera diikuti dengan langkah konkret untuk menyelamatkan korban lainnya yang masih tertinggal di Myanmar.
Percepatan Evakuasi dan Penegakan Hukum
SBMI mendesak pemerintah untuk mempercepat evakuasi korban yang masih berada di Myanmar dan memastikan prosesnya aman. Selain itu, aparat penegak hukum didesak untuk mengusut tuntas jaringan perdagangan orang yang terlibat, termasuk perekrut, agen, dan pihak yang mendapat keuntungan dari eksploitasi para korban. Tidak hanya itu, SBMI juga mendorong penerbitan kebijakan pencegahan dan mekanisme mitigasi yang lebih ketat.
Langkah-langkah pencegahan yang disarankan SBMI meliputi peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, penyusunan peta wilayah rentan untuk deteksi dini, penguatan regulasi terkait perekrutan buruh migran, serta pengawasan dan diseminasi informasi kerja ke Thailand dan Myanmar di berbagai media sosial. Hal ini penting untuk mencegah lebih banyak WNI menjadi korban.
Penguatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat juga menjadi bagian penting dari strategi pencegahan. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang modus penipuan dan perdagangan orang ke luar negeri agar tidak mudah terjebak.
Pentingnya Pencegahan dan Perlindungan
Repatriasi korban online scam dari Myanmar merupakan langkah penting, namun bukan solusi akhir. Pemerintah perlu mengambil langkah proaktif dan komprehensif untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Pencegahan yang efektif membutuhkan kerja sama berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil. Perlindungan WNI dari kejahatan transnasional seperti ini harus menjadi prioritas utama.
SBMI menekankan pentingnya koordinasi yang lebih baik antar lembaga pemerintah, peningkatan pengawasan terhadap agen penyalur tenaga kerja, dan penyediaan informasi yang akurat dan mudah diakses oleh masyarakat. Dengan langkah-langkah yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan dapat meminimalisir jumlah WNI yang menjadi korban online scam di masa depan.
Perlu diingat bahwa korban-korban ini telah mengalami trauma yang mendalam. Oleh karena itu, dukungan psikososial dan pemulihan bagi para korban juga menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.