Kisah Ilham: Dari Jebakan Kerja Ilegal di Myanmar hingga Pulang ke Tanah Air
Ilham Fajrian, korban TPPO di Myanmar, menceritakan pengalaman mengerikannya hingga upaya pemerintah Indonesia memulangkannya bersama 569 WNI lainnya.

Ilham Fajrian, seorang warga Jakarta, menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar setelah tergiur lowongan pekerjaan di media sosial. Ia dijanjikan pekerjaan sebagai pelayan administrasi di restoran Thailand, namun justru dipaksa bekerja dalam sindikat love scamming di Myawaddy, Myanmar. Perjalanan Ilham dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta pada 13 Agustus 2024, kemudian melalui perjalanan darat yang mencurigakan hingga akhirnya tiba di sebuah perusahaan di Myanmar.
Setelah tiba di Myanmar, Ilham dan 11 rekannya mengalami serangkaian kejadian yang mencurigakan, termasuk disembunyikan di kandang sapi dan menyeberangi sungai yang dikawal tentara bersenjata. Mereka dipaksa menandatangani kontrak kerja yang berat dan menerima perlakuan buruk, termasuk penyiksaan fisik dan mental jika tidak mencapai target pendapatan perusahaan.
Ayah Ilham, Rudiyanto, melaporkan kasus ini ke KBRI Bangkok setelah menerima pesan rahasia dari putranya. Proses pemulangan Ilham dan ratusan WNI lainnya melibatkan koordinasi intensif antara pemerintah Indonesia, otoritas Thailand, dan upaya mengatasi tantangan di daerah konflik Myawaddy.
Perjalanan Mencurigakan Menuju Myanmar
Ilham menceritakan awal mula ia tergiur dengan tawaran pekerjaan di Facebook. "Setelah saya berhubungan dengan empat admin itu, saya diberikan seperti tawaran gaji besar, fasilitas memadai, tempat kerja enak, lingkungan kerja yang sehat. Pokoknya semua hal yang dijelaskan itu positif semua sehingga saya tergiur datang ke Thailand untuk bekerja secara ilegal," kenangnya. Ia menyadari pekerjaan tersebut ilegal, namun tetap menerimanya karena iming-iming gaji besar.
Perjalanan dari Bangkok menuju Maesot, Thailand, berlangsung selama 6-7 jam dengan beberapa kali pergantian mobil. Sesampainya di Maesot, Ilham merasa curiga karena daerah tersebut berbeda dengan deskripsi yang diberikan sebelumnya. "Di situ kami masih mencoba berpikir positif, mungkin karena ini kotanya belum terlalu berkembang," ujarnya.
Kecurigaan Ilham semakin bertambah ketika mereka disembunyikan di kandang sapi dan kemudian dibawa ke kebun jeruk sebelum akhirnya menyeberangi sungai dengan pengawalan tentara. "Ada 10 atau 15 tentara seperti mengawal dan memperhatikan kami menyeberangi sungai itu. Setelah kami nyeberang, kami dibawa masuk lagi ke dalam mobil," kata Ilham.
Eksploitasi dan Penyiksaan di Myanmar
Setelah tiba di perusahaan, Ilham dan teman-temannya dipaksa menandatangani kontrak kerja selama 1 tahun 6 bulan dengan target pendapatan 200.000 dolar AS. Mereka dipaksa melakukan love scamming, menipu orang-orang dari berbagai negara untuk mendapatkan uang.
Ilham mengaku sempat menolak kontrak tersebut, namun diancam akan diperlakukan buruk. "Jika tidak mencapai 200.000 AS dalam 1 tahun 6 bulan, maka kontraknya akan diulang sampai kami bisa menyentuh angka 200.000 dolar AS," jelasnya. Mereka juga dipaksa bekerja lebih dari 14 jam per hari dan mendapat siksaan jika tidak mencapai target.
Mereka dipaksa bekerja lebih dari 14 jam sehari dan mendapat siksaan berupa pukulan, sengatan listrik, dan dikurung di 'penjara hitam' jika tidak mencapai target. "Setelah keluar dari penjara itu, kami tidak istirahat, kami harus bekerja lagi. Bekerja sampai jam pulang kerja, setelah itu baru kami bisa istirahat," ungkap Ilham.
Upaya Pemerintah Memulangkan Korban TPPO
Rudiyanto, ayah Ilham, melaporkan kasus ini ke KBRI Bangkok setelah menerima pesan dari putranya. KBRI kemudian mengetahui lokasi Ilham berada di Myawaddy, Myanmar, daerah yang sulit diakses karena konflik. "Jangankan pihak KBRI, pemerintah resmi Myanmar pun tidak bisa masuk ke sana," kata Rudiyanto.
Kemlu RI melakukan koordinasi intensif dengan otoritas Thailand dan Myanmar untuk memulangkan para WNI. Proses pemulangan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian P2MI yang membantu penanganan para WNI setelah tiba di Indonesia.
Pemerintah berhasil memulangkan 569 WNI korban online scam dari Myawaddy dalam dua gelombang pada 18 dan 19 Maret 2025. Proses pemulangan ini tidak mudah karena lokasi yang berada di daerah konflik dan berbagai tantangan lainnya. Menteri P2MI menekankan pentingnya perbaikan tata kelola perekrutan pekerja migran untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kementerian P2MI juga aktif melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap iklan perekrutan ilegal di media sosial. Masyarakat diimbau untuk melaporkan iklan tersebut agar dapat ditindaklanjuti.