Koreksi Bitcoin di Level US$80.000: Peluang Emas bagi Investor?
Koreksi Bitcoin di level US$80.000 dinilai sebagai peluang investasi bagi investor institusi, terutama sebagai lindung nilai inflasi dan ketidakpastian ekonomi global.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Koreksi harga Bitcoin di kisaran US$80.000 pada 10 Maret 2024 telah menarik perhatian para analis dan investor. Reku Fahmi Almuttaqin, seorang analis, menilai koreksi ini sebagai peluang investasi bagi investor institusi yang melihat Bitcoin sebagai lindung nilai inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Penurunan ini terjadi di tengah penurunan pasar saham AS yang signifikan, khususnya di sektor teknologi, dan kekhawatiran akan potensi stagflasi di AS. Koreksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penyesuaian portofolio besar-besaran di kalangan investor dan manajer aset, serta laporan inflasi AS yang akan datang. Ke depan, perkembangan kebijakan fiskal AS dan laporan inflasi akan menjadi penentu utama arah pasar.
Penurunan tajam di pasar saham AS, khususnya sektor teknologi, turut mempengaruhi pasar kripto. Indeks S&P 500 sektor teknologi turun 4,3 persen, Apple dan Nvidia masing-masing turun sekitar 5 persen, sementara Tesla melemah lebih dari 15 persen. Hal ini memicu investor untuk beralih ke aset safe-haven seperti obligasi pemerintah AS, yang turut menekan harga Bitcoin dan Ethereum.
Laporan inflasi Consumer Price Index (CPI) AS yang akan dirilis pada 12 Maret 2024 dan ancaman shutdown pemerintah AS semakin menambah ketidakpastian pasar. Situasi ini dikaitkan dengan potensi stagflasi di AS, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi tinggi, dan ancaman resesi akibat kebijakan impor yang lebih ketat dan pengetatan anggaran pemerintah. Meskipun proyeksi inflasi sementara menunjukkan kenaikan yang lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, inflasi tahunan AS diperkirakan masih berada di angka 3 persen, jauh dari target The Fed sebesar 2 persen.
Analisis Koreksi Bitcoin dan Peluang Investasi
Fahmi Almuttaqin menjelaskan bahwa penurunan harga Bitcoin saat ini mencerminkan adanya penyesuaian portofolio besar-besaran di kalangan investor dan manajer aset. Ia menambahkan bahwa hasil pertemuan KTT Kripto Gedung Putih yang belum memberikan katalis positif, serta kebijakan suku bunga The Fed yang masih tertahan, berpotensi memperpanjang tekanan di pasar kripto. Namun, potensi pergeseran sentimen tetap terbuka, terutama jika Bitcoin semakin dipandang sebagai aset lindung nilai inflasi (inflation hedge).
Lebih lanjut, Fahmi menyebutkan bahwa langkah pemerintahan Trump untuk mensahkan Strategic Bitcoin Reserve AS dapat meningkatkan legitimasi Bitcoin di mata investor tradisional dan negara lain yang tengah mengeksplorasi langkah serupa. Hal ini bisa menjadi katalis positif bagi harga Bitcoin ke depannya.
Bagi investor yang fokus pada fundamental aset, investasi pada kripto dengan kapitalisasi pasar besar, seperti Bitcoin, masih menjadi pilihan menarik. Diversifikasi aset dengan berbagai crypto blue chip dan saham AS unggulan dapat menjadi strategi efektif untuk meminimalisir risiko.
Sementara itu, bagi investor yang ingin memanfaatkan volatilitas pasar, fitur Futures dengan opsi Long atau Short dan leverage hingga 25 kali dapat menjadi alat untuk mengoptimalkan kondisi pasar saat ini. Namun, perlu diingat bahwa strategi ini memiliki risiko yang lebih tinggi.
Kesimpulan
Dengan berbagai ketidakpastian yang masih membayangi pasar keuangan global, investor institusi yang mengadopsi strategi akumulasi pada Bitcoin berpotensi memperoleh keuntungan jangka panjang jika aset ini terus dianggap sebagai perlindungan terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Namun, investor perlu mempertimbangkan dengan cermat risiko dan peluang sebelum melakukan investasi di pasar kripto yang sangat volatil.