Korupsi Dana CSR PLN Kepahiang: Negara Rugi Rp403 Juta, Sidang Perdana Dimulai
Sidang perdana kasus korupsi dana CSR PLN di Kepahiang dimulai dengan terdakwa Agung Yudha Prawira, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp403 juta.

Sidang perdana kasus korupsi dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT PLN di Kepahiang, Bengkulu, telah dimulai pada Selasa, 11 Maret 2024 di Pengadilan Negeri Bengkulu. Terdakwa, Agung Yudha Prawira, Pembina Yayasan Griya Nusantara dan Ketua Rumah Kreatif Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kabupaten Kepahiang, didakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp403 juta. Kasus ini melibatkan penyaluran dana CSR PLN tahun anggaran 2021-2023 yang diduga dikelola secara fiktif.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kepahiang, Rezeki Akbar Fernando, menyatakan bahwa dana CSR PLN yang disalurkan melalui Rumah BUMN Kepahiang, dikelola secara tidak sesuai aturan. Berbagai program yang dilaporkan telah selesai, ternyata fiktif dan tidak terealisasi, sehingga menimbulkan kerugian negara yang signifikan. "Hari ini dakwaan sidang perkara CSR PLN dengan terdakwa Agung selaku pembina yayasan yang mendapatkan bantuan dari pihak PLN. Perbuatannya ada kegiatan yang tidak terealisasikan atau fiktif atau tidak nyata di dalam program rumah BUMN yang mengakibatkan kerugian negara yaitu Rp403 juta berdasarkan BPKP Provinsi Bengkulu," ujar JPU.
Agung Yudha Prawira didakwa dengan pasal 2 ayat (1) primer dan pasal 3 subsider junto pasal 18 ayat (1) huruf a, huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Modus yang digunakan adalah penyaluran dana CSR melalui Rumah BUMN yang dikelolanya, namun dana tersebut digunakan untuk kegiatan fiktif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kronologi Kasus Korupsi Dana CSR PLN
Modus operandi yang dilakukan terdakwa yaitu menyalurkan dana CSR dari PLN ke UMKM melalui Rumah BUMN. Sebagai pembina sekaligus ketua Rumah Kreatif BUMN Kepahiang, Agung Yudha Prawira memiliki kewenangan dalam pengelolaan dana tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) yayasan. Namun, pengelolaan dana tersebut diduga melanggar hukum karena adanya kegiatan fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp403 juta.
Menurut JPU, laporan yang disampaikan terdakwa menyatakan bahwa dana telah digunakan sesuai peruntukan. Namun, investigasi membuktikan sebaliknya. "Jadi laporannya mengatakan selesai digunakan, namun nyatanya programnya tidak digunakan. Hingga saat ini kerugian negara belum dikembalikan," jelas JPU.
Pihak kuasa hukum terdakwa, Frediansyah, menyatakan tidak mengajukan eksepsi. Namun, ia menyiratkan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. "Kami menyakini kasus ini seharusnya melibatkan orang lain, dari informasi yang kami dapat ada pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab," sebut Frediansyah.
Langkah-langkah Hukum yang Telah Dilakukan
Sebelum sidang perdana, Kejari Kepahiang telah melakukan penyegelan terhadap Kantor Rumah BUMN Kepahiang. Sejumlah barang bukti yang terkait dengan kasus korupsi ini juga telah disita untuk kepentingan penyelidikan. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan keadilan ditegakkan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dana CSR yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Kerugian negara yang cukup besar juga menjadi perhatian serius. Sidang selanjutnya akan menjadi momen penting untuk mengungkap lebih detail kronologi kasus dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat.
Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan memastikan dana CSR digunakan sesuai peruntukannya. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana publik.