Korupsi Emas Antam: Enam Mantan Pejabat Dituntut 9 Tahun Penjara
Enam mantan pejabat PT Antam dituntut sembilan tahun penjara dan denda Rp750 juta terkait kasus korupsi pengelolaan emas senilai Rp3,31 triliun.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut enam mantan pejabat PT Aneka Tambang (Antam) dengan hukuman penjara masing-masing selama 9 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Mereka dianggap terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi tata kelola komoditas emas Antam seberat 109 ton periode 2010-2022. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp3,31 triliun.
Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 15 Mei 2024. Keenam terdakwa tersebut adalah para pejabat di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam, dengan peran dan masa jabatan yang berbeda. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Kami menuntut para terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," tegas Jaksa Penuntut Umum Syamsul Bahri Siregar dalam persidangan. Tuntutan ini mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan para terdakwa.
Para Terdakwa dan Tuduhan Korupsi
Terdakwa yang dituntut hukuman tersebut antara lain Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM Antam 2008-2011), Herman (VP UBPP LM Antam 2011-2013), dan Dody Martimbang (Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013-2017). Selain mereka, Abdul Hadi Aviciena (GM UBPP LM Antam 2017-2019), Muhammad Abi Anwar (GM UBPP LM Antam 2019-2020), dan Iwan Dahlan (GM UBPP LM Antam 2021-2022) juga termasuk dalam daftar terdakwa.
Mereka didakwa melakukan kerjasama emas cucian dan lebur cap emas dengan pihak ketiga non-kontrak karya tanpa kajian bisnis yang memadai, kajian legal dan kepatuhan, kajian risiko, dan persetujuan Dewan Direksi. Hal ini mengakibatkan kerugian keuangan negara yang signifikan.
Jaksa Penuntut Umum mencatat beberapa hal yang memberatkan, antara lain perbuatan para terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap produk emas Antam. Selain itu, para terdakwa mengetahui kegiatan emas cucian yang telah dihentikan Antam pada 2017, namun tetap menjalankannya.
Sebagai hal yang meringankan, JPU mempertimbangkan bahwa para terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
Kerjasama dengan Pihak Swasta
Kasus ini juga melibatkan tujuh terdakwa dari pihak swasta yang disidangkan secara terpisah. Mereka adalah Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu. Para terdakwa swasta ini turut berperan dalam kerjasama yang merugikan keuangan negara.
Perbuatan para terdakwa, baik dari pihak Antam maupun pihak swasta, diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan perusahaan BUMN besar dan jumlah kerugian negara yang sangat besar. Putusan pengadilan nantinya akan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia terkait kasus korupsi.