6 Mantan Pejabat Antam Didakwa Rugikan Negara Rp3,31 Triliun
Enam mantan pejabat PT Antam Tbk didakwa merugikan negara sebesar Rp3,31 triliun karena dugaan korupsi tata kelola emas 109 ton periode 2010-2022, melibatkan kerjasama dengan tujuh pihak swasta.

Jakarta, 13 Januari 2024 - Pengadilan Tipikor Jakarta tengah menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan enam mantan pejabat PT Antam Tbk. Mereka didakwa merugikan negara hingga Rp3,31 triliun terkait tata kelola komoditas emas Antam seberat 109 ton selama periode 2010-2022. Kasus ini menarik perhatian publik karena besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Syamsul Bahri Siregar, menyatakan keenam terdakwa diduga melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama. Mereka diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara. Sidang pembacaan surat dakwaan telah berlangsung pada Senin lalu di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Keenam mantan pejabat Antam yang didakwa meliputi Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM Antam 2008-2011), Herman (VP UBPP LM Antam 2011-2013), Dody Martimbang (Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013-2017), Abdul Hadi Aviciena (GM UBPP LM Antam 2017-2019), Muhammad Abi Anwar (GM UBPP LM Antam 2019-2020), dan Iwan Dahlan (GM UBPP LM Antam 2021-2022). Mereka diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kasus ini juga melibatkan tujuh terdakwa dari pihak swasta, yaitu Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu. Mereka disidangkan secara terpisah. JPU menjelaskan, kerjasama emas cucian dan peleburan emas dengan pihak ketiga non-kontrak karya inilah yang menjadi akar permasalahan. Kerjasama ini terjadi antara keenam mantan pejabat Antam dengan tujuh terdakwa swasta tersebut sepanjang periode 2010-2022.
Menurut JPU, kerjasama tersebut bukan bagian dari inti bisnis UBPP Logam Mulia Antam. Lebih jauh lagi, JPU menyoroti kekurangan kajian bisnis, legal, compliance, dan risiko dalam kerjasama ini. Yang lebih mengkhawatirkan, tidak adanya due diligence (uji tuntas) dan know your customer (KYC) membuat asal-usul emas yang diolah tidak terlacak, berpotensi berasal dari sumber ilegal, melanggar HAM, pencucian uang, atau pendanaan terorisme.
Terdakwa diduga memberikan kemudahan kepada pihak swasta non-kontrak dengan cara tidak melakukan KYC. Pelanggan hanya perlu menunjukkan KTP dan Tim LBMA UBPP Logam Mulia. Akibatnya, legalitas emas yang diolah tak terverifikasi. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp3,31 triliun, dengan rincian pemberayaan sejumlah pihak swasta mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah, dan sekitar Rp1,7 triliun untuk pelanggan lainnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kerugian negara yang signifikan dan mengungkap potensi celah dalam tata kelola perusahaan BUMN. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak serta mencegah kejadian serupa di masa depan. Proses persidangan terus berlanjut dan publik menunggu perkembangan selanjutnya.