Korupsi Pembangunan Masjid Agung Ruhama: Empat Terdakwa Dituntut 5 Tahun Penjara
Kejaksaan Negeri Aceh Tengah menuntut empat terdakwa kasus korupsi pembangunan Masjid Agung Ruhama di Takengon masing-masing 5 tahun penjara dan denda, akibat kerugian negara mencapai Rp294,4 juta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Tengah menuntut empat terdakwa kasus korupsi pembangunan fasilitas Masjid Agung Ruhama, Takengon, Aceh Tengah, dengan hukuman 5 tahun penjara. Kasus ini melibatkan dana dari Baitulmal Kabupaten Aceh Tengah senilai Rp1,7 miliar lebih. Tuntutan dibacakan pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Banda Aceh pada Jumat, 14 Maret 2025.
Keempat terdakwa adalah Hairul Munadi (Kepala Sekretariat Baitulmal dan Kuasa Pengguna Anggaran), Hamzah (pejabat pelaksana teknis), Zia Ulhaq (konsultan pengawas), dan Jimet Perinu (Direktur perusahaan pelaksana). Mereka dituntut berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selain hukuman penjara, masing-masing terdakwa juga dituntut denda Rp200 juta subsider tiga bulan penjara.
JPU, Ahmedi Afdal Ramadhan, menjelaskan bahwa proyek pembangunan tempat wudu, MCK, plaza batas sudi, dan kamar imam/muazin di Masjid Agung Ruhama tidak sesuai kontrak. Meskipun anggaran Rp1,7 miliar lebih dicairkan 100 persen, progres pekerjaan tidak selesai. Kerugian negara akibat perbuatan para terdakwa, berdasarkan perhitungan Inspektorat Kabupaten Aceh Tengah, mencapai Rp294,4 juta. Terdakwa Jimet Perinu juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp294 juta, dengan ancaman hukuman tambahan 2,5 tahun penjara jika tidak mampu membayar.
Kronologi Kasus Korupsi Baitulmal Aceh Tengah
Kasus ini bermula dari alokasi anggaran Baitulmal Kabupaten Aceh Tengah tahun 2022 sebesar Rp1,7 miliar lebih untuk pembangunan sejumlah fasilitas di Masjid Agung Ruhama. Anggaran tersebut dialokasikan untuk pembangunan tempat wudu, MCK, plaza batas sudi, dan kamar imam/muazin. Namun, proses pembangunannya diduga sarat penyimpangan.
Hairul Munadi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) diduga terlibat dalam proses pencairan anggaran 100 persen meskipun progres pekerjaan tidak sesuai target. Hal ini menunjukkan adanya dugaan ketidaksesuaian antara realisasi pekerjaan dengan pencairan dana yang dilakukan. Ketiga terdakwa lainnya turut berperan dalam penyimpangan tersebut, masing-masing sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawabnya.
"Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp294,4 juta. Kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan Inspektorat Kabupaten Aceh Tengah," ujar JPU dalam persidangan.
Proses pencairan dana yang tidak sesuai dengan progres pekerjaan menjadi poin penting dalam tuntutan JPU. Hal ini menunjukkan adanya dugaan manipulasi data dan laporan yang dilakukan oleh para terdakwa untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Tuntutan dan Sidang Lanjutan
JPU menuntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan bagi keempat terdakwa. Terdakwa Jimet Perinu juga dibebankan kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp294 juta dengan ancaman pidana tambahan jika tidak mampu membayar. Sidang selanjutnya akan digelar pada 21 Maret 2025 dengan agenda mendengarkan nota pembelaan dari para terdakwa.
Majelis hakim yang diketuai oleh Irwandi, didampingi Harmi Jaya dan Anda Ariansyah sebagai hakim anggota, telah memerintahkan JPU untuk menghadirkan keempat terdakwa dalam sidang pembelaan tersebut. Proses hukum akan terus berlanjut untuk memastikan keadilan ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut dana Baitulmal yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umat. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.