Kejari Aceh Timur Tuntut Kepala Desa Koruptor Dana Desa Rp728,8 Juta dengan 6 Tahun Penjara
Kepala Desa Gampong Buket Panjou, Aceh Timur, dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta karena korupsi dana desa sebesar Rp728,8 juta.

Banda Aceh, 21 Februari 2024 - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Timur menuntut hukuman 6 tahun penjara terhadap Mahdi, Kepala Desa Gampong Buket Panjou, Kecamatan Nurussalam, Kabupaten Aceh Timur. Mahdi terbukti melakukan korupsi dana desa yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp728,8 juta. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Akbar Pramadhana dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Fauzi, serta hakim anggota R Deddy Harryanto dan Ani Hartati, digelar pada Jumat lalu. Mahdi didakwa menyalahgunakan dana desa yang dikelolanya selama periode 2019-2024. Kasus ini menjadi sorotan publik karena jumlah kerugian negara yang signifikan dan dampaknya terhadap pembangunan desa.
Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut Mahdi membayar denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan. Jika Mahdi tak mampu membayar denda, maka ia akan menjalani hukuman pengganti berupa kurungan penjara. Lebih lanjut, JPU menuntut Mahdi untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp728,8 juta. Kegagalan membayar uang pengganti akan berakibat pada pelelangan harta bendanya. Jika harta bendanya tak mencukupi, Mahdi akan dipidana tambahan 3 tahun penjara.
Korupsi Dana Desa Tahun 2020 dan 2021
Menurut JPU, Mahdi mengelola dana desa tahun 2020 sebesar Rp960,2 juta dan tahun 2021 sebesar Rp832,9 juta tanpa melibatkan aparatur desa. Pengelolaan dana tersebut dinilai tidak sesuai ketentuan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar.
JPU menekankan bahwa Mahdi telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Perbuatan terdakwa Mahdi melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," tegas JPU Akbar Pramadhana.
Ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana desa dan kurangnya akuntabilitas menjadi faktor utama yang menyebabkan kerugian negara. Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah desa lainnya untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam mengelola dana desa.
Sidang Lanjutan dan Nota Pembelaan
Sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa, 4 Maret 2025, dengan agenda mendengarkan nota pembelaan dari terdakwa dan penasihat hukumnya. Publik menantikan bagaimana pembelaan Mahdi dan apakah tuntutan JPU akan diterima oleh majelis hakim.
Kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan menjadi langkah penting dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa sangat penting untuk memastikan dana tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Proses hukum yang sedang berjalan ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana desa agar tidak terjadi penyimpangan dan kerugian negara di masa mendatang. Semoga putusan hakim nantinya dapat memberikan keadilan dan menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak.