Vonis Dua Terdakwa Korupsi Dana Desa di Bengkulu: Suardi Tabrani 3 Tahun Penjara, Yudi Dinata 2 Tahun 10 Bulan
Mantan Kades Puguk Pedaro, Suardi Tabrani, divonis 3 tahun penjara dan Yudi Dinata, mantan bendahara desa, 2 tahun 10 bulan penjara, karena korupsi dana desa tahun 2022 senilai Rp804 juta.

Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu telah menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa kasus korupsi dana desa di Desa Puguk Pedaro, Kecamatan Bingin Kuning, Kabupaten Lebong, Bengkulu. Vonis dibacakan pada Rabu, 12 Maret 2024. Kasus ini melibatkan Suardi Tabrani, mantan Kepala Desa, dan Yudi Dinata, mantan Bendahara Desa, yang terbukti menyalahgunakan dana desa tahun anggaran 2022.
Majelis Hakim PN Bengkulu, yang diketuai oleh Paisol, menyatakan Suardi Tabrani bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun, denda Rp50 juta subsider dua bulan, serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp547 juta subsider dua tahun penjara. Sementara itu, Yudi Dinata divonis penjara selama dua tahun sepuluh bulan, denda Rp6 juta, dan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp240 juta subsider satu tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Paisol, menyatakan, "Keduanya telah divonis dengan hukuman penjara dan juga denda serta pidana tambahan. Dengan begitu langkah hukum lanjutan silakan para terdakwa berkoordinasi dengan penasihat hukum, sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) juga dipersilakan untuk mengambil langkah hukum selama tujuh hari ke depan." Putusan ini diambil setelah majelis hakim mempertimbangkan seluruh bukti dan keterangan yang diajukan selama persidangan.
Korupsi Dana Desa Rp804 Juta
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah karena telah merugikan keuangan negara sebesar Rp804 juta. Kerugian negara tersebut diakibatkan oleh penyalahgunaan dana desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebong sebelumnya menuntut Suardi Tabrani dengan hukuman empat tahun enam bulan penjara, denda Rp60 juta subsider empat bulan penjara, dan pengembalian uang pengganti sebesar Rp788,33 juta. Sedangkan Yudi Dinata dituntut empat tahun penjara, denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara, dan uang pengganti Rp38 juta.
Berdasarkan fakta persidangan, dana desa yang disalahgunakan digunakan untuk kepentingan pribadi kedua terdakwa. Rinciannya meliputi pembayaran honor perangkat desa fiktif, pembayaran BLT fiktif, anggaran COVID-19 fiktif, dan markup beberapa kegiatan fisik. Suardi Tabrani menggunakan sebagian uang untuk membayar hutang saat pencalonan dirinya sebagai kepala desa, sementara Yudi Dinata menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
Kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Kasus Korupsi
Kasus korupsi dana desa ini menjadi sorotan publik karena menyangkut dana yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Desa Puguk Pedaro. Penyalahgunaan dana tersebut telah menimbulkan kerugian yang signifikan bagi masyarakat setempat dan negara.
Putusan pengadilan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan menjadi peringatan bagi kepala desa dan perangkat desa lainnya agar selalu bertanggung jawab dan transparan dalam mengelola keuangan desa. Proses hukum selanjutnya akan bergantung pada upaya hukum yang dilakukan oleh para terdakwa dan JPU.
Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana desa untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Hal ini penting untuk memastikan bahwa dana desa benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan desa.
Dengan adanya putusan ini, diharapkan pengelolaan dana desa di seluruh Indonesia dapat lebih baik dan terhindar dari praktik korupsi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya penyelewengan dana desa.
Langkah-langkah preventif seperti pelatihan dan sosialisasi mengenai pengelolaan keuangan desa yang baik dan benar, serta pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, sangat diperlukan untuk memastikan dana desa digunakan secara efektif dan efisien.