KPK Jadwalkan Ulang Pemanggilan Yaqut Cholil Qoumas Terkait Dugaan Kasus Korupsi Haji: Ada Kejanggalan Kuota 50:50?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait penyidikan Kasus Korupsi Haji 2023-2024. Apa saja kejanggalannya?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan rencana pemanggilan ulang terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Pemanggilan ini merupakan bagian dari proses penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji. Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Langkah ini menandai babak baru dalam penanganan perkara yang sebelumnya berada di tahap penyelidikan. Asep Guntur Rahayu menegaskan bahwa pemanggilan Yaqut Cholil Qoumas kali ini berbeda dengan pemanggilan sebelumnya pada 7 Agustus. Perbedaan mendasar terletak pada status perkara yang kini telah resmi naik ke tahap penyidikan.
Kasus ini berpusat pada dugaan penyimpangan dalam pengelolaan ibadah haji tahun 2023-2024. Penyelidikan KPK telah berjalan intensif, termasuk meminta keterangan dari berbagai pihak terkait. Peningkatan status perkara menjadi penyidikan menunjukkan adanya indikasi kuat tindak pidana korupsi yang perlu diusut tuntas.
Sorotan Pansus Angket Haji dan Kejanggalan Kuota Tambahan
Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyampaikan temuan signifikan. Pansus mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan serius dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Temuan ini menjadi salah satu pemicu utama perhatian publik terhadap tata kelola haji.
Salah satu titik poin krusial yang disorot Pansus adalah perihal pembagian kuota tambahan. Pemerintah Arab Saudi memberikan alokasi 20.000 kuota tambahan bagi jemaah Indonesia. Namun, pembagian kuota tersebut menjadi 50:50 antara haji reguler dan haji khusus.
Kementerian Agama membagi 10.000 kuota untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan anggota dewan. Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara jelas mengatur proporsi kuota haji. Pasal 64 undang-undang tersebut menetapkan bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar delapan persen. Sementara itu, 92 persen sisanya dialokasikan untuk kuota haji reguler, menunjukkan adanya disparitas signifikan.
Proses Hukum dan Harapan Penegakan Keadilan
Kenaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan menunjukkan keseriusan KPK dalam menindaklanjuti dugaan kasus korupsi haji. Tahap penyidikan memungkinkan KPK untuk melakukan upaya paksa, seperti penahanan dan penyitaan. Ini merupakan langkah progresif dalam penegakan hukum.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan komitmen lembaganya. KPK akan terus mendalami setiap aspek terkait dugaan penyimpangan ini. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas utama dalam proses hukum yang berjalan.
Pemanggilan ulang Yaqut Cholil Qoumas diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut. Keterangan dari mantan Menteri Agama ini sangat penting untuk melengkapi bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Publik menantikan hasil akhir dari proses penyidikan yang sedang berlangsung.
Kasus dugaan korupsi haji ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat luas. Penyelenggaraan ibadah haji menyangkut kepentingan banyak umat Muslim di Indonesia. Oleh karena itu, penegakan keadilan dalam kasus ini akan menjadi tolok ukur integritas penyelenggara negara.