KPK Tegaskan Mampu Bongkar Korupsi di Seluruh Daerah, OTT di OKU Jadi Bukti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kemampuannya membongkar korupsi di berbagai daerah, meskipun keterbatasan personel; OTT di OKU menjadi bukti nyata.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, dengan tegas menyatakan bahwa KPK mampu menyelidiki dan mengungkap kasus korupsi di seluruh wilayah Indonesia, meskipun jumlah personel lembaga terbatas. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Wilayah Penguatan Integritas dan Pemantapan Sistem Pencegahan Korupsi di Yogyakarta pada Rabu, 19 Maret 2024. Rakor tersebut dihadiri oleh kepala daerah dari DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Setyo menekankan jangkauan KPK yang luas, "Kami bisa berada di mana saja. Meskipun jumlah kami sedikit, tetapi kami bisa selektif prioritas menempatkan beberapa orang," ujarnya. Ia menambahkan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, menjadi bukti nyata kemampuan KPK menjangkau pelaku korupsi di berbagai lokasi, sekalipun daerah tersebut jauh dari ibu kota provinsi.
Kasus OTT di OKU melibatkan dugaan suap terkait anggaran pokok pikiran (pokir) dalam APBD 2025. Anggota DPRD diduga meminta jatah pokir yang dikonversi menjadi proyek fisik Dinas PUPR dengan fee 20 persen dari total anggaran sekitar Rp35 miliar. Setyo menyoroti penyalahgunaan pokir yang seharusnya digunakan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat, "Pokir ini sebenarnya urusan sepele, hanya mengakomodasi aspirasi masyarakat melalui legislatif. Tapi, kalau disalahgunakan, itulah yang bermasalah," jelasnya.
KPK: Korupsi Seperti Gunung Es
Ketua KPK menggambarkan korupsi di Indonesia sebagai fenomena gunung es. Hanya sebagian kecil yang terlihat di permukaan, sementara praktik korupsi lainnya masih tersembunyi. Praktik-praktik tersebut meliputi suap dalam pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, dan penyalahgunaan wewenang dalam perizinan. Setyo menambahkan, "Sering kali muncul praktik eksklusif, orang dalam, jual beli jabatan, makelar proyek, dan sebagainya. Kalau itu enggak ada keterlibatan orang dalam, nol, enggak bakal jalan,"
Meskipun pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa, termasuk dengan pembaruan e-katalog versi 6, KPK menyadari bahwa celah korupsi masih bisa dimanfaatkan. Setyo menegaskan, "Mau sistemnya diperbaiki seperti apa pun, kalau masih ada yang main pintu belakang, tetap saja ada celah untuk korupsi,"
Kasus di OKU menjadi peringatan bagi daerah lain. KPK tidak hanya beroperasi di pusat pemerintahan, tetapi juga aktif mengawasi daerah. Setyo berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi daerah lain, termasuk di Kalimantan Selatan, Barat, Tengah, Jawa Timur, DIY, dan Jawa Tengah.
Pentingnya Perencanaan dan Pengawasan Anggaran
Setyo menekankan pentingnya perencanaan dan penganggaran yang baik serta pengawasan yang ketat untuk meminimalisir korupsi. Ia percaya bahwa dengan perencanaan dan penganggaran yang baik sesuai aturan, peluang terjadinya korupsi akan lebih kecil. "Kalau penganggarannya sudah ada aturannya, perencanaannya bagus, paling tidak jalan ceritanya akan lebih baik," katanya.
KPK mendorong para kepala daerah untuk memperbaiki pengelolaan anggaran daerah guna meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia. Peningkatan IPK dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk demokrasi, politik, ekonomi, dan keamanan. Perbaikan sistem anggaran dan pengawasan yang lebih ketat akan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan IPK.
Sebagai penutup, ditegaskan kembali bahwa KPK berkomitmen untuk terus memberantas korupsi di seluruh Indonesia, dan kasus di OKU menjadi bukti nyata komitmen tersebut. Keberhasilan pemberantasan korupsi membutuhkan kerja sama yang solid antara KPK dan pemerintah daerah.