Likuiditas Perbankan Indonesia: OJK Proyeksi Tetap Terkendali
OJK memproyeksikan likuiditas perbankan Indonesia tetap terkendali di masa mendatang, didukung rasio likuiditas tinggi dan kebijakan pemerintah, meski ketidakpastian global tetap menjadi risiko.

OJK optimis, likuiditas perbankan Indonesia aman
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menyampaikan proyeksi positif terkait likuiditas perbankan Indonesia. Berdasarkan data November 2024, rasio likuiditas industri perbankan masih tergolong tinggi dan jauh di atas ambang batas. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, di Jakarta.
Faktor pendukung likuiditas perbankan
Kondisi likuiditas yang memadai ini ditopang oleh beberapa faktor. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) mencapai 112,94 persen, Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 25,57 persen, dan Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai angka 213,07 persen. Sementara Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat 87,34 persen, masih dalam batas aman untuk mengantisipasi peningkatan kredit.
Dukungan pemerintah dan kebijakan moneter
Selain rasio-rasio tersebut, dukungan kebijakan pemerintah dan otoritas terkait, serta kinerja ekspor komoditas juga berperan penting dalam menjaga likuiditas. Dian Ediana Rae menambahkan bahwa kebijakan ekonomi yang cenderung longgar, khususnya kebijakan moneter, akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan perbankan di tahun 2025. Program pemerintah dan bauran kebijakan lainnya juga diyakini akan mendorong ekspansi kredit dan intermediasi perbankan.
Ketidakpastian global: potensi risiko
Meskipun proyeksi likuiditas perbankan Indonesia cukup positif, OJK tetap mengingatkan akan adanya ketidakpastian global yang perlu diwaspadai. Perlambatan penurunan suku bunga global, peningkatan volatilitas pasar keuangan, fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas (termasuk dampak "Trump Effect"), serta ketegangan geopolitik, merupakan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi likuiditas. Risiko ini dapat berdampak pada capital outflows, peningkatan biaya pendanaan, dan penurunan aliran masuk modal asing.
Kebijakan moneter global dan dampaknya
Tren penurunan suku bunga global, meski tidak secepat perkiraan sebelumnya, diharapkan dapat menurunkan biaya dana (cost of funds) bagi perbankan. Kondisi ini dapat mendorong permintaan kredit, meningkatkan investasi domestik, dan memperbesar jumlah uang beredar. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak positif terhadap peningkatan likuiditas sistem perbankan.
Dampak positif bagi UMKM dan perekonomian
Penurunan suku bunga juga akan meringankan beban ekonomi sektor-sektor yang membutuhkan pembiayaan, terutama UMKM dan sektor padat karya. Secara keseluruhan, langkah ini diharapkan dapat menunjang stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, OJK menilai likuiditas perbankan Indonesia masih terkelola dengan baik. Namun, ketidakpastian global tetap menjadi faktor yang perlu dipantau secara ketat. Dukungan kebijakan pemerintah dan tren penurunan suku bunga global diharapkan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.