OJK Minta Bank Jaga Likuiditas di Tengah Ketidakpastian Global
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan Indonesia meningkatkan kewaspadaan dan menjaga ketersediaan alat likuid untuk mitigasi risiko di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Jakarta, 9 Mei 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan industri perbankan nasional untuk senantiasa memprioritaskan pengelolaan likuiditas guna mengurangi potensi risiko. Hal ini disampaikan menyusul ketidakpastian ekonomi global yang masih berlangsung. Langkah konkret yang diminta OJK meliputi pengawasan ketat dan pelaporan rutin kondisi likuiditas masing-masing bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025, menekankan pentingnya mitigasi risiko likuiditas. "Selain pengawasan internal yang ketat, kami juga meminta bank untuk secara proaktif melakukan uji ketahanan atau stress test. Uji ini bertujuan untuk mengukur kemampuan likuiditas perbankan secara forward looking," ujar Dian. Langkah ini melengkapi stress test yang secara berkala dilakukan OJK terhadap seluruh bank umum di Indonesia.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan hingga Maret 2025 tercatat sebesar Rp9.010 triliun, atau meningkat 4,75 persen year on year (yoy). Meskipun pertumbuhan ini dinilai positif, OJK tetap menekankan pentingnya antisipasi terhadap potensi perubahan kondisi ekonomi. Pertumbuhan year to date (ytd) DPK juga tercatat cukup baik, yakni sebesar 1,96 persen.
Mitigasi Risiko Likuiditas Perbankan
OJK menyadari beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan DPK di awal tahun 2025, termasuk realisasi anggaran pemerintah, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan dividen oleh perusahaan, serta peningkatan aktivitas konsumsi masyarakat. Namun, OJK juga mencatat adanya tren perilaku konservatif masyarakat yang cenderung menyimpan dana dalam instrumen berisiko rendah seperti emas dan Surat Berharga Negara (SBN).
"Perilaku konservatif masyarakat ini dapat dipahami sebagai respons wajar terhadap volatilitas pasar keuangan dan ketidakstabilan ekonomi global," jelas Dian. Meskipun demikian, OJK tetap optimistis bahwa DPK perbankan akan terus tumbuh seiring dengan ketersediaan likuiditas global dan domestik, terutama didorong oleh tren penurunan suku bunga global.
Keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Mei 2025 turut menjadi pertimbangan. Namun, Dian memperkirakan tren penurunan suku bunga akan berlanjut dan berdampak positif terhadap peningkatan likuiditas perbankan.
Kondisi Likuiditas dan Permodalan Perbankan Indonesia
Data menunjukkan likuiditas industri perbankan pada Maret 2025 masih memadai. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) mencapai 116,05 persen dan Rasio Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di angka 26,22 persen. Kedua rasio ini masih jauh di atas threshold yang ditetapkan, masing-masing 50 persen dan 10 persen. Sementara itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) tercatat sebesar 204,77 persen.
Dari sisi permodalan, industri perbankan Indonesia juga menunjukkan ketahanan yang kuat. Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Februari 2025 mencapai 25,43 persen (meski sedikit menurun dari 26,95 persen pada bulan sebelumnya). Tingginya CAR ini dinilai sebagai bantalan yang efektif dalam mitigasi risiko, khususnya di tengah ketidakpastian ekonomi global.
OJK menekankan pentingnya kewaspadaan dan proaktif bagi industri perbankan dalam menjaga likuiditas. Hal ini merupakan langkah kunci dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dan melindungi kepentingan masyarakat.