Kinerja Intermediasi Perbankan Positif, OJK Catat Pertumbuhan Kredit Double Digit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kinerja intermediasi perbankan Indonesia tumbuh positif pada Desember 2024, ditandai dengan pertumbuhan kredit dua digit dan profil risiko yang terjaga.
![Kinerja Intermediasi Perbankan Positif, OJK Catat Pertumbuhan Kredit Double Digit](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191649.209-kinerja-intermediasi-perbankan-positif-ojk-catat-pertumbuhan-kredit-double-digit-1.jpeg)
Jakarta, 11 Februari 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kabar positif mengenai kinerja intermediasi perbankan di Indonesia. Pertumbuhan kredit tetap double digit, mencapai 10,39 persen year on year (yoy) pada Desember 2024, menunjukkan sektor keuangan nasional yang tetap resilien.
Pertumbuhan Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PITJK) 2025 menyampaikan detail pertumbuhan tersebut. Kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 13,62 persen, diikuti kredit konsumsi (10,61 persen) dan kredit modal kerja (8,35 persen). Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan bulan November 2024 yang mencapai 10,79 persen, namun tetap menunjukkan tren positif. Total kredit yang disalurkan mencapai angka Rp7.827 triliun pada Desember 2024.
Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi penggerak utama pertumbuhan kredit dengan angka 12,10 persen yoy. Kredit korporasi juga menunjukkan pertumbuhan signifikan, mencapai 15,67 persen, sementara kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tumbuh sebesar 3,37 persen. Pertumbuhan ini menunjukkan kontribusi yang beragam dari berbagai sektor ekonomi.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami peningkatan sebesar 4,48 persen yoy, mencapai Rp8.837,2 triliun. Rinciannya, giro tumbuh 3,34 persen, tabungan 6,78 persen, dan deposito 3,50 persen. Pertumbuhan DPK ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 yang hanya tumbuh 3,73 persen yoy, menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan.
Profil Risiko yang Terjaga
Meskipun pertumbuhan kredit dan DPK positif, OJK memastikan profil risiko tetap terjaga. Likuiditas industri perbankan masih memadai, dengan rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) sebesar 112,87 persen dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 25,59 persen. Kedua angka ini berada di atas threshold yang ditetapkan, masing-masing 50 persen dan 10 persen. Liquidity coverage ratio (LCR) juga berada di level tinggi, yaitu 213,23 persen.
Kualitas kredit juga tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,08 persen dan NPL net sebesar 0,74 persen. Loan at Risk (LaR) bahkan menunjukkan tren penurunan menjadi 9,28 persen, lebih rendah dibandingkan level sebelum pandemi (9,93 persen pada Desember 2019). Hal ini menunjukkan ketahanan sistem perbankan dalam menghadapi potensi risiko.
Profitabilitas dan Permodalan yang Kuat
Tingkat profitabilitas bank (ROA) tercatat sebesar 2,69 persen, menunjukkan kinerja industri perbankan yang tetap stabil dan resilien. Ketahanan perbankan juga didukung oleh permodalan (CAR) yang tinggi, yaitu 26,69 persen. Tingkat CAR ini berperan sebagai bantalan mitigasi risiko yang kuat, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Pertumbuhan Kredit Buy Now Pay Later (BNPL)
Meskipun porsi produk kredit buy now pay later (BNPL) masih relatif kecil (0,28 persen), pertumbuhannya cukup signifikan. Baki debet kredit BNPL tumbuh 43,76 persen yoy menjadi Rp22,12 triliun pada Desember 2024, dengan jumlah rekening mencapai 23,99 juta. Hal ini menunjukkan potensi pertumbuhan sektor ini di masa mendatang, yang perlu dipantau dan diatur dengan baik oleh OJK.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, OJK menilai kinerja intermediasi perbankan Indonesia pada Desember 2024 menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan profil risiko yang terjaga. Pertumbuhan kredit double digit, likuiditas yang memadai, kualitas kredit yang baik, serta permodalan yang kuat menjadi indikator kesehatan sistem perbankan nasional. Meskipun demikian, pemantauan terhadap perkembangan sektor BNPL tetap perlu dilakukan untuk memastikan pertumbuhannya tetap terkendali dan tidak menimbulkan risiko sistemik.