LKPP Usul Perubahan Pola Pengadaan Barang/Jasa Antisipasi Penumpukan Semester II
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) mengusulkan perubahan pola pengadaan barang/jasa untuk mengatasi penumpukan realisasi pengadaan di semester kedua yang menyebabkan persaingan material, tenaga kerja, dan alat, serta berdampak pada kualitas da
![LKPP Usul Perubahan Pola Pengadaan Barang/Jasa Antisipasi Penumpukan Semester II](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/01/31/130039.690-lkpp-usul-perubahan-pola-pengadaan-barangjasa-antisipasi-penumpukan-semester-ii-1.jpg)
Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP), Emin Adhy Muhaemin, menyoroti perlunya perubahan pola pengadaan barang dan jasa. Hal ini disebabkan menumpuknya realisasi pengadaan pada semester kedua setiap tahunnya. Perubahan ini dinilai krusial untuk mencegah masalah yang berulang.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah perubahan pola penganggaran, terutama untuk jasa konsultan konstruksi. Emin menyarankan agar pengadaan jasa konsultan dilakukan satu tahun sebelum pelaksanaan proyek fisik (T-1). Strategi ini, menurutnya, akan mendistribusikan penyerapan anggaran secara lebih merata sepanjang tahun.
Saat ini, penumpukan realisasi pengadaan di semester kedua menyebabkan persaingan ketat dalam memperebutkan material, tenaga kerja, dan alat berat. Kondisi ini berdampak pada peningkatan harga yang tak sesuai dengan nilai kontrak. "Konsekuensinya, begitu polanya masih seperti sekarang, terjadi rebutan material, rebutan tenaga, rebutan alat, yang ujung-ujungnya harganya tidak lagi masuk di dalam nilai kontrak," jelas Emin dalam Sosialisasi Hasil Survei Penyempurnaan Diagram Timbang Indeks Harga Perdagangan Besar (SPDT IHPB) 2023 di Jakarta, Jumat.
Masalah ini, menurut Emin, bukan hanya tanggung jawab LKPP, melainkan menjadi pekerjaan rumah bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda). Penumpukan pengadaan di semester kedua berpotensi menurunkan kualitas barang/jasa dan menyebabkan keterlambatan proyek.
Sebagai contoh, Emin menjelaskan, "Misalnya kita punya rencana bangun gedung pada 2026, maka konsultannya sudah kita kontrak di 2025, supaya nanti di bulan November kita bisa tender untuk fisiknya. Kalau tender fisiknya November atau Desember, bulan Januari insyaAllah harusnya kontrak, uang muka bisa diberikan, penerapan anggaran juga tidak cuma untuk gaji dan tunjangan, yang pola itu belum banyak dilakukan."
Untuk mendorong perubahan ini, LKPP telah meminta para penender untuk mempercepat proses pengadaan sebelum Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) disahkan. Meskipun pagu alokasi sudah tersedia sebelum DIPA terbit, proses tender sering terhambat, terutama untuk proyek konstruksi yang membutuhkan Detail Engineering Design (DED) yang matang. "Misal, kalau DIPA itu terbit bulan Desember, sebenarnya kan pagu alokasi sudah ada di November, sudah bisa dilakukan proses tender. Tapi kan, tender itu kalau konstruksi harus punya Detail Engineering Design (DED), harus punya desain, harus punya spesifikasi, maka sebenarnya pekerjaan jasa konsultan DED itu idealnya memang harus dianggarkan dan di hire di T-1," tambah Emin.
Kesimpulannya, perubahan pola pengadaan barang/jasa, khususnya dengan menerapkan sistem T-1 untuk jasa konsultan konstruksi, diharapkan mampu mengatasi masalah penumpukan realisasi pengadaan di semester kedua, meningkatkan efisiensi anggaran, dan memastikan kualitas serta tepat waktu penyelesaian proyek.