Mantan Bupati Seluma Dituntut Empat Tahun Penjara Kasus Korupsi Tukar Guling Lahan
Mantan Bupati Seluma, Murman Efendi, dituntut empat tahun penjara dan denda Rp500 juta terkait kasus korupsi tukar guling lahan pada 2008; tiga terdakwa lain juga menerima tuntutan hukuman penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Seluma menuntut mantan Bupati Seluma, Murman Efendi, dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara. Tuntutan tersebut terkait kasus dugaan korupsi tukar guling lahan milik Pemkab Seluma yang terjadi pada tahun 2008. Kasus ini melibatkan empat terdakwa, termasuk mantan Bupati, mantan Ketua DPRD, mantan Sekda, dan mantan Kepala BPN Kabupaten Seluma. Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu pada Rabu, 05/03.
Selain Murman Efendi, tiga terdakwa lainnya juga menerima tuntutan hukuman. Rosnaini Abidin, mantan Ketua DPRD Seluma, dituntut 2,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan. Mulkan Tajudin, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Seluma, dituntut empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan. Terakhir, Djasran Harahap, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Seluma, dituntut dua tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan.
JPU, Ahmad Ghufroni, menjelaskan bahwa keempat terdakwa tidak dibebankan kerugian negara karena lahan yang menjadi objek tukar guling telah disita dan dirampas untuk negara. Namun, hal yang memberatkan keempat terdakwa adalah ketidakdukungan mereka terhadap program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Pihak Kejari Seluma sebelumnya telah menyita lahan seluas 19 hektare di empat lokasi berbeda di Desa Sembayat, Kecamatan Seluma Timur, sebagai bagian dari proses penyidikan.
Kronologi Kasus Korupsi Tukar Guling Lahan
Kasus ini bermula dari dugaan korupsi terkait tukar guling lahan milik Pemkab Seluma yang berada di Kelurahan Sembayat, dan lahan milik Murman Efendi yang berada di Jalan Pematang Aur pada tahun 2008. Proses tukar guling lahan tersebut diduga sarat dengan penyimpangan dan merugikan keuangan negara. Namun, menurut JPU, karena aset telah disita, maka tidak ada kerugian negara yang harus diganti.
Kuasa hukum Murman Efendi, Erwan Sagitarius, berargumen bahwa kliennya seharusnya dibebaskan karena tidak ada unsur kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini. Pernyataan ini tentu akan dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam menentukan putusan akhir.
Keempat terdakwa didakwakan dengan dua dakwaan alternatif. Dakwaan pertama primer pasal 2 Ayat (1) dan subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a, huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Dakwaan kedua adalah Pasal 12 Huruf I Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Proses Penyitaan Lahan dan Keefisiensiannya
Penyitaan lahan seluas 19 hektare yang dilakukan oleh Kejari Seluma berjalan secara kooperatif dan efisien, menurut Ghufroni. Penyitaan ini menjadi bukti nyata komitmen penegak hukum dalam menangani kasus korupsi dan mengembalikan aset negara yang telah diselewengkan.
Proses hukum masih berlanjut, dan putusan hakim akan menentukan nasib keempat terdakwa. Publik menantikan keadilan dan kepastian hukum dalam kasus ini, serta berharap agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Proses penyitaan aset negara yang efisien juga diharapkan dapat menjadi contoh dalam penanganan kasus korupsi lainnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Kesimpulan
Tuntutan hukuman terhadap mantan Bupati Seluma dan tiga terdakwa lainnya menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Proses penyitaan aset negara yang efisien juga menjadi poin penting dalam penanganan kasus ini. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi para pejabat publik agar selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya.