Mantan Dirut Jasindo Divonis 3,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Rp38 Miliar
Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Jasindo, Sahata Lumbantobing, divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta terkait kasus korupsi pembayaran komisi agen yang merugikan negara hingga Rp38,21 miliar.

Jakarta, 29 April 2024 - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara kepada Sahata Lumbantobing, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) periode 2019—2020. Sahata terbukti bersalah dalam kasus korupsi pembayaran komisi agen kepada PT Mitra Bina Selaras pada tahun 2016—2020. Vonis ini dibacakan oleh Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh pada Selasa, 29 April 2024. Selain hukuman penjara, Sahata juga didenda Rp150 juta subsider 4 bulan penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp525,42 juta, yang telah dikompensasikan dengan uang yang telah dititipkannya ke rekening KPK.
Kasus ini melibatkan kerugian negara sebesar Rp38,21 miliar akibat rekayasa kegiatan keagenan PT Mitra Bina Selaras yang tidak terdaftar resmi. Sahata terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Ketua KSP Dana Karya, Toras Sotarduga, yang juga divonis 2 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan penjara, dengan uang pengganti Rp7,66 miliar yang juga telah dikompensasikan melalui uang titipan ke KPK.
Putusan hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, seperti ketidakdukungan terdakwa terhadap program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan hal-hal yang meringankan, seperti belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, mengakui perbuatannya, mengembalikan uang pengganti, dan memiliki tanggungan keluarga. Hakim Ketua menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan telah memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa dan masyarakat.
Korupsi Jasindo: Rekayasa Agen dan Pembagian Komisi
Modus korupsi yang dilakukan Sahata dan Toras melibatkan rekayasa kegiatan keagenan PT Mitra Bina Selaras (PT MBS). PT MBS menerima pembayaran komisi agen dari PT Jasindo, meskipun perusahaan tersebut tidak terdaftar dalam daftar perusahaan asuransi resmi. Perbuatan ini telah memperkaya sejumlah pihak, termasuk Sahata dan Toras, serta beberapa kepala kantor cabang PT Jasindo di berbagai kota dan pihak Bank BNI.
Pembagian keuntungan dari korupsi ini cukup signifikan. Selain Sahata yang menerima Rp525,42 juta dan Toras Rp7,66 miliar, Ari Prabowo (mantan Kepala Kantor PT Jasindo Cabang S. Parman Jakarta) menerima Rp23,55 miliar. Mochamad Fauzi Ridwan (mantan Kepala Kantor PT Jasindo Cabang Pemuda Jakarta) menerima Rp1,95 miliar, Yoki Tri Yuni (mantan Kepala Kantor PT Jasindo Cabang Makassar) menerima Rp1,75 miliar, dan Umam Tauvik (mantan Kepala Kantor PT Jasindo Cabang Semarang) menerima Rp1,43 miliar. Pihak PT Bank BNI (Persero) juga menerima keuntungan sebesar Rp1,34 miliar.
Kasus ini menunjukkan betapa sistemiknya korupsi yang terjadi. Tidak hanya melibatkan direktur, tetapi juga beberapa kepala cabang dan pihak lain yang ikut serta dalam skema tersebut. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor asuransi.
Vonis sebagai Efek Jera
Vonis yang dijatuhkan kepada Sahata dan Toras diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya. Meskipun uang pengganti telah dikompensasikan, hukuman penjara dan denda tetap menjadi sanksi yang harus dijalani. Proses hukum ini juga menjadi pembelajaran penting bagi seluruh pihak terkait untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Ke depan, diperlukan upaya yang lebih komprehensif untuk mencegah terjadinya kasus korupsi serupa. Perbaikan sistem pengawasan, peningkatan transparansi, dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci penting dalam memberantas korupsi di Indonesia. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab di sektor publik.
Majelis hakim menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan sudah memenuhi rasa keadilan dan bermanfaat bagi terdakwa dan masyarakat. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga dan mendorong perbaikan sistem untuk mencegah terjadinya korupsi di masa mendatang.