Mantan Dirut PTPN XI Jadi Tersangka Korupsi Proyek PG Djatiroto, Negara Rugi Rp570 Miliar!
Polri menetapkan mantan Dirut PTPN XI, Dolly Parlagutan Pulungan, dan mantan Direnbang Bisnis, Aris Toharisman, sebagai tersangka korupsi proyek PG Djatiroto dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.

Korps Kriminalitas Ekonomi (Korkrimek) Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PTPN XI, Dolly Parlagutan Pulungan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto. Selain Dolly, mantan Direnbang Bisnis PTPN XI, Aris Toharisman, juga ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, mencapai ratusan miliar rupiah. Proses penetapan tersangka dilakukan di Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2024.
Irjen Pol. Cahyono Wibowo, Kakorwastipdkor Polri, menjelaskan bahwa kedua tersangka diduga melakukan pelanggaran dalam berbagai tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga pembayaran. Proyek modernisasi PG Djatiroto yang terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) Tahun 2016 ini diduga sarat dengan penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Penyidik menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses pelaksanaan proyek. Kejanggalan tersebut meliputi perencanaan proyek yang dilakukan tanpa studi kelayakan, pengaturan pemenang lelang yang menguntungkan pihak tertentu, dan perubahan isi kontrak yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini menunjukkan adanya indikasi kuat terjadinya tindakan korupsi yang sistematis.
Kejanggalan dalam Proyek Modernisasi PG Djatiroto
Irjen Pol. Cahyono Wibowo memaparkan sejumlah kejanggalan yang ditemukan dalam proyek tersebut. Pada tahap perencanaan, proyek dikerjakan tanpa studi kelayakan. Kedua tersangka juga diduga mengatur pemenang lelang, yakni KSO Hutama-Eurroassiatic-Utam Sucrotech (HEU).
Pada tahap pelelangan, Aris Toharisman diduga meminta panitia lelang untuk membuka lelang meskipun harga perkiraan sendiri (HPS) masih dalam proses review oleh tim konsultan pengawas. KSO HEU pun dinyatakan lolos lelang meskipun tidak memenuhi syarat, seperti tidak memiliki surat dukungan bank dan workshop di Indonesia.
Lebih lanjut, pada tahap pelaksanaan, isi kontrak perjanjian diubah-ubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Perubahan tersebut meliputi penambahan uang muka menjadi 20 persen (dari seharusnya 15 persen) dan penambahan pembayaran Letter of Credit (LC) ke rekening luar negeri. Proses procurement juga dinilai tidak mengikuti prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Bahkan, kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera di kontrak. Pelaksanaan uji performa barang juga tidak dilakukan secara langsung, sehingga barang yang diterima tidak sesuai spesifikasi. Pada tahap pembayaran, terjadi pembayaran uang muka 20 persen dan kompensasi yang harus ditanggung PTPN XI yang tidak sesuai aturan.
Kerugian Negara dan Sanksi Hukum
Akibat perbuatan kedua tersangka, negara mengalami kerugian yang signifikan. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara mencapai Rp570.251.119.814,78 dan 12.830.904,40 dolar AS. Angka tersebut menunjukkan besarnya dampak negatif dari tindakan korupsi yang dilakukan.
Dolly Parlagutan Pulungan dan Aris Toharisman disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam hukuman penjara dan denda yang berat.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pemerintah. Proses penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Pentingnya pengawasan yang ketat dan penerapan prinsip GCG dalam setiap proyek juga perlu menjadi perhatian semua pihak.