Polri Periksa 50 Saksi Hutama Karya Terkait Korupsi Proyek PG Djatiroto Rp871 Miliar
Kepolisian telah memeriksa 50 saksi dari PT Hutama Karya terkait dugaan korupsi proyek pengembangan PG Djatiroto senilai Rp871 miliar yang diduga merugikan negara.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto milik PTPN XI. Dalam perkembangan terbaru, Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah memeriksa 50 saksi dari PT Hutama Karya, perusahaan yang terlibat dalam proyek tersebut. Kasus ini melibatkan nilai kontrak fantastis mencapai Rp871 miliar dan diduga telah merugikan keuangan negara.
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi PT Hutama Karya dilakukan setelah penggeledahan di Kantor PT Hutama Karya di Gedung HK Tower, Cawang, Jakarta Timur. Penggeledahan tersebut menghasilkan penyitaan sejumlah dokumen dan data penting yang berkaitan dengan proyek PG Djatiroto. Penyidik Polri menyatakan akan mendalami seluruh informasi yang diperoleh untuk mengungkap peran setiap pihak yang terlibat.
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto yang dimulai sejak tahun 2014 dan didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui APBN-P tahun 2015. Proyek yang terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) ini diduga sarat dengan penyimpangan dan pelanggaran hukum, mengakibatkan proyek mangkrak hingga saat ini meskipun hampir 90 persen dana telah dikeluarkan.
Dugaan Penyimpangan dalam Proyek PG Djatiroto
Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigjen Pol. Arief Adiharsa, mengungkapkan sejumlah dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut. Salah satu temuan penting adalah anggaran pembiayaan proyek yang kurang dan tidak tersedia sepenuhnya sesuai nilai kontrak saat penandatanganan. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian perencanaan sejak awal proyek.
Lebih lanjut, ditemukan adanya komunikasi intensif antara Direktur Utama PTPN XI (inisial DP) dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI (inisial AT) dengan pihak kontraktor jauh sebelum proses lelang. Komunikasi tersebut diduga bertujuan untuk meloloskan konsorsium Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia proyek, meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat dalam prakualifikasi.
Penyidik juga menemukan perubahan isi kontrak perjanjian yang tidak sesuai dengan rencana kerja dan syarat-syarat. Perubahan tersebut termasuk penambahan uang muka 20 persen dan pembayaran Letter of Credit (LC) ke rekening luar negeri. Selain itu, tanggal pada kontrak perjanjian juga tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan. Semua ini menunjukkan adanya upaya untuk mengelabui proses dan aturan yang berlaku.
Bukti-bukti yang Disita dan Langkah Selanjutnya
Dalam penggeledahan di Kantor PT Hutama Karya, penyidik menyita berbagai barang bukti dari beberapa ruangan, termasuk ruangan direksi dan komisaris. Barang bukti tersebut akan diteliti secara detail untuk mengungkap peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat, termasuk perubahan susunan direksi dan komisaris PT Hutama Karya sejak tahun 2016.
Penyidik juga menemukan sejumlah penyimpangan lain, seperti proyek yang dikerjakan tanpa studi kelayakan, jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan yang kadaluarsa dan tidak diperpanjang, serta metode pembayaran barang impor atau LC yang tidak wajar. Semua temuan ini menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara.
Polri menegaskan akan terus melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh dan profesional. Pemeriksaan terhadap 50 saksi dari PT Hutama Karya merupakan langkah penting dalam mengungkap seluruh rangkaian kasus dugaan korupsi proyek PG Djatiroto ini. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara.
Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara. Polri berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.