Mantan Kepala BTP Semarang Akui Terima Suap dari Fee Kontraktor
Sidang kasus korupsi di Semarang mengungkap pengakuan mantan kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) yang menerima uang operasional dari pejabat pembuat komitmen (PPK), berasal dari fee kontraktor proyek kereta api.

Pengadilan Tipikor Semarang menjadi saksi bisu terungkapnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah. Sidang yang digelar Senin, 13 Januari 2024, menghadirkan sejumlah mantan kepala BTP sebagai saksi, membongkar praktik suap yang terstruktur.
Praktik Suap di BTP Semarang
Para mantan kepala BTP mengakui menerima uang dari pejabat pembuat komitmen (PPK), yang notabene berasal dari fee yang diberikan kontraktor proyek perkeretaapian. Besarannya pun cukup fantastis. Yuwono Wiarco, mantan kepala BTP periode 2017-2018, mengaku menerima total Rp260 juta. Ia menyebutnya sebagai 'dana operasional bulanan', meskipun tidak selalu diberikan setiap bulan, melainkan saat rapat di kantor.
Kesaksian Mantan Kepala BTP
Yuwono membantah menerima suap tambahan Rp1,6 miliar saat masa purna tugasnya. Namun, pengakuan serupa juga dilontarkan Joko Prahoro, mantan kepala BTP periode 2018-2019. Joko mengaku menerima Rp200 juta dari PPK, diberikan sebanyak empat kali dengan nominal Rp50 juta setiap transfer. Ia bahkan menerima jam tangan mewah dari terdakwa, Yofi Okatriza. Baik Yuwono maupun Joko mengakui sumber uang dan hadiah tersebut berasal dari setoran kontraktor proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Terdakwa Terima Suap Miliaran Rupiah
Kasus ini bermula dari terungkapnya suap yang diterima Yofi Okatriza, mantan PPK BTP Jawa Bagian Tengah. Yofi didakwa menerima suap sebesar Rp55,6 miliar dari belasan kontraktor proyek di Purwokerto dan sekitarnya antara tahun 2017 hingga 2020. Selain uang, ia juga menerima hadiah berupa barang mewah senilai Rp1,9 miliar.
Kesimpulan
Kesaksian para mantan kepala BTP di Semarang telah membuka tabir praktik suap yang sistematis dalam proyek perkeretaapian. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas dalam proyek-proyek pemerintah untuk mencegah korupsi berulang.