Mantan Polisi Bantah Terlibat Pemalsuan Dokumen Tanah Rorotan
Sidang kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah di Rorotan menghadirkan mantan polisi, Sarman Sinabutar, yang membantah memberikan arahan kepada terdakwa Tony Surjana.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menggelar sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan dokumen berita acara pengukuran tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Sidang yang digelar Kamis (8/5) menghadirkan mantan personel Polres Metro Jakarta Utara, Sarman Sinabutar, sebagai saksi. Sarman dihadirkan untuk memberikan keterangan terkait keterlibatannya dalam kasus yang menyeret Tony Surjana sebagai terdakwa.
Kasus ini bermula dari laporan Yaman, cucu Asmat bin Pungut, yang melaporkan Tony Surjana atas dugaan klaim lahan milik keluarganya di Rorotan. Yaman juga menuding adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian dan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam dugaan pemalsuan tersebut. Dugaan pemalsuan akta otentik ini terjadi pada 24 Februari 2004 dan baru terungkap pada tahun 2020.
Dalam kesaksiannya, Sarman Sinabutar membantah memberikan arahan kepada Tony Surjana terkait pengukuran ulang lahan yang disengketakan. Ia menyatakan, "Saya merasa saya tidak lebih pintar dari Saudara Tony Surjana sehingga tidak ada alasan bagi saya memberikan arahan terkait pengukuran ulang tanah di kawasan Rorotan." Ia juga mengaku hanya menerima satu bundel berkas dari Tony Surjana dan meneruskannya kepada petugas BPN bernama Rohmat. Sarman menyatakan ketidaktahuan akan jumlah pasti dokumen dan sertifikat yang ada di dalam bundel tersebut.
Keterangan Mantan Polisi di PN Jakut
Selama persidangan, Sarman memberikan keterangan yang cukup detail. Ia menjelaskan kronologi penerimaan berkas dari Tony Surjana hingga penyerahannya kepada petugas BPN. Kuasa hukum Tony Surjana juga menggali keterangan lebih lanjut mengenai jumlah sertifikat yang sempat diberikan terdakwa kepada saksi. Namun, Sarman tetap bersikukuh tidak mengetahui jumlah pasti dokumen tersebut.
Keterangan Sarman ini menjadi penting dalam mengungkap dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus pemalsuan dokumen tersebut. Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menelaah keterangan tersebut untuk memperkuat dakwaan terhadap Tony Surjana. Peran Sarman dalam kasus ini masih menjadi sorotan, meskipun ia membantah memberikan arahan kepada terdakwa.
Sidang ini menunjukkan kompleksitas kasus pemalsuan dokumen tanah yang melibatkan berbagai pihak, termasuk mantan anggota kepolisian. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Dakwaan Terhadap Tony Surjana
Dalam surat dakwaan, JPU menyebutkan Tony Surjana didakwa melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik. Perbuatan tersebut dilakukan di Kantor BPN Jakarta Utara dan lingkungan PN Jakarta Utara. Tony Surjana didakwa memasukkan keterangan palsu ke dalam dokumen resmi terkait kepemilikan tanah. Dokumen tersebut kemudian digunakan atau dimaksudkan untuk digunakan seolah-olah isinya sah dan sesuai dengan fakta hukum. Perbuatan ini berpotensi merugikan pihak lain.
Tony Surjana didakwa melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang pemalsuan akta otentik dan ancaman pidananya. Sidang selanjutnya akan menentukan nasib Tony Surjana dan apakah dakwaan JPU dapat dibuktikan.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi pertanahan. Kejadian ini juga menjadi peringatan akan potensi penyalahgunaan wewenang dan dokumen resmi untuk kepentingan pribadi yang merugikan pihak lain.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Publik menantikan hasil akhir persidangan dan berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.