Polda DIY Kantongi Calon Tersangka Mafia Tanah Mbah Tupon, Sejumlah Pihak Diperiksa
Polda DIY telah mengantongi calon tersangka kasus dugaan mafia tanah Mbah Tupon dan masih mendalami keterangan saksi terkait penggelapan sertifikat tanah seluas 1.655 meter persegi.

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) terus mengusut tuntas kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon (68). Polisi telah mengantongi sejumlah nama calon tersangka terkait kasus penggelapan sertifikat tanah seluas 1.655 meter persegi milik Mbah Tupon yang berlokasi di Pedukuhan Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul. Kasus ini terungkap setelah sertifikat tanah Mbah Tupon berpindah tangan dan dijadikan agunan kredit senilai Rp1,5 miliar tanpa sepengetahuannya.
"Sudah mengantongi beberapa (nama) untuk mengidentifikasi peran masing-masing seperti apa. Tapi ini kan karena terkait mafia, jadi ada beberapa calon tersangka," jelas Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Ihsan di Yogyakarta, Kamis (15/5).
Proses penyelidikan yang dilakukan Polda DIY hingga kini masih berfokus pada pendalaman keterangan saksi. Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dari keluarga Mbah Tupon dan instansi terkait. Polisi bekerja hati-hati untuk memastikan peran masing-masing pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Proses Penyidikan Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon
Komisaris Besar Ihsan menegaskan bahwa penyidik masih intensif memeriksa sejumlah saksi. "Kita memeriksa tentunya dari keluarga ini, termasuk salah satunya dari instansi," ujarnya. Ketika ditanya mengenai pemanggilan dan pemeriksaan pihak terlapor, Ihsan hanya menyatakan bahwa fokus penyidikan saat ini masih pada keterangan saksi. "Intinya saksi-saksi saja, pemeriksaan saksi-saksi," ucap Ihsan.
Polda DIY telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup. Tiga pasal dijeratkan kepada calon tersangka, yaitu Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Kasus ini telah dilaporkan keluarga Mbah Tupon ke Polda DIY setelah mereka mengetahui adanya dugaan penggelapan sertifikat tanah tersebut.
Keluarga Mbah Tupon berharap agar kasus ini dapat segera terselesaikan dan hak mereka atas tanah tersebut dapat dikembalikan. Mereka merasa telah dirugikan secara finansial dan emosional akibat tindakan yang mereka anggap sebagai penyalahgunaan kepercayaan.
Kronologi dan Dampak Kasus Mafia Tanah
Mbah Tupon, seorang warga berusia 68 tahun, menjadi korban dari dugaan mafia tanah. Tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi telah berpindah tangan tanpa sepengetahuannya. Lebih mengejutkan lagi, sertifikat tanah tersebut telah dijadikan agunan kredit senilai Rp1,5 miliar di sebuah lembaga keuangan. Kejadian ini menimbulkan kerugian besar bagi Mbah Tupon dan keluarganya.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat, khususnya terkait kepemilikan tanah. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi Mbah Tupon dan keluarganya, serta memberikan efek jera bagi pelaku mafia tanah.
Polda DIY berkomitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Langkah-langkah yang diambil oleh pihak kepolisian diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam menjaga keamanan dan keabsahan dokumen kepemilikan tanah mereka. Penting untuk selalu memeriksa dan memastikan keaslian dokumen penting seperti sertifikat tanah secara berkala.
Pihak kepolisian terus berupaya untuk mengungkap seluruh fakta dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menjerat para pelaku. Proses penyidikan masih berlangsung dan masyarakat diharapkan untuk bersabar dan menunggu hasil akhir dari proses hukum tersebut.
Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum dan keamanan kepemilikan tanah.