DPR Desak Negara Perangi Mafia Tanah: Kasus Mbah Tupon Jadi Sorotan
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyoroti kasus mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon di Yogyakarta dan mendesak negara lebih peka serta tegas terhadap para pelaku.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyoroti kasus mafia tanah yang menimpa seorang lansia buta huruf bernama Mbah Tupon (68) di Bantul, Yogyakarta. Kejadian ini terungkap pada 28 April, dan menunjukkan betapa rentannya warga, khususnya lansia, terhadap kejahatan mafia tanah. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat akan persuratan tanah dan lemahnya penegakan hukum. Sahroni mendesak negara untuk lebih peka dan tegas dalam memberantas mafia tanah.
Kasus ini bermula dari dugaan penyerobotan tanah seluas 1.655 meter persegi milik Mbah Tupon. Tanah tersebut diduga direbut oleh mafia tanah setelah sertifikatnya dipalsukan dan diagunkan ke bank senilai Rp1,5 miliar tanpa sepengetahuan korban. Polisi telah menerima laporan kasus ini pada 14 April 2025 dan masih dalam proses penyelidikan.
Kejadian ini bukan kasus yang terisolasi. Sahroni menyatakan, kasus Mbah Tupon merupakan sebagian kecil dari banyaknya korban mafia tanah di Indonesia. Korban-korban lainnya, menurutnya, sering kali adalah warga lanjut usia atau ahli waris yang mudah ditipu karena kurangnya pengetahuan tentang administrasi pertanahan.
Negara Diminta Lebih Peka dan Tegas
Ahmad Sahroni menekankan pentingnya negara untuk lebih peka terhadap masalah mafia tanah yang kerap merugikan rakyat. Ia meminta aparat penegak hukum, khususnya Polri dan Kementerian ATR/BPN, untuk memberikan perhatian penuh pada kasus Mbah Tupon. Penanganan kasus ini, menurutnya, tidak boleh berbelit-belit dalam hal administrasi.
Sahroni mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan mengedepankan hati nurani dalam menangani kasus ini. Para pelaku harus bertanggung jawab dan mengembalikan tanah milik Mbah Tupon. Ia percaya bahwa Polda DIY mampu menyelesaikan kasus ini dengan cepat dan adil.
Ia juga menekankan perlunya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memahami administrasi pertanahan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Peningkatan literasi hukum di kalangan masyarakat sangat penting untuk melindungi hak-hak kepemilikan tanah.
Perlu Peningkatan Literasi Hukum dan Penegakan Hukum yang Tegas
Sahroni menilai, banyaknya kasus mafia tanah menunjukkan lemahnya sistem perlindungan hukum bagi masyarakat, khususnya mereka yang kurang memahami administrasi pertanahan. Oleh karena itu, selain penegakan hukum yang tegas, perlu juga ditingkatkan literasi hukum di kalangan masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat dapat lebih memahami hak dan kewajibannya terkait kepemilikan tanah serta terhindar dari praktik-praktik curang yang dilakukan oleh mafia tanah. Pencegahan dan edukasi menjadi kunci penting dalam memberantas mafia tanah secara efektif.
Lebih lanjut, Sahroni berharap kasus Mbah Tupon dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat dan perlunya upaya bersama untuk memberantas mafia tanah di Indonesia.
Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi pertanahan juga perlu ditekankan. Sistem yang transparan dan akuntabel akan membuat lebih sulit bagi para mafia tanah untuk melakukan aksinya.
Kesimpulan
Kasus Mbah Tupon menjadi sorotan penting yang menyadarkan kita akan masih maraknya praktik mafia tanah di Indonesia. Perlu adanya peningkatan kesadaran hukum di masyarakat, serta penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan untuk melindungi hak-hak masyarakat atas tanahnya. Semoga kasus ini dapat segera diselesaikan dan menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak.