Menteri ATR/BPN: Kasus Tanah Mbah Tupon Bukan Mafia Tanah
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyatakan kasus tanah Mbah Tupon di Bantul bukan termasuk mafia tanah, melainkan penipuan dokumen dengan nilai ekonomi kecil dan belum ditemukan sindikat.

Bantul, 11 Mei 2024 - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan pernyataan resmi terkait kasus dugaan penipuan dokumen tanah yang menimpa Mbah Tupon di Bantul, Yogyakarta. Beliau menekankan bahwa hingga saat ini, belum ada kesimpulan adanya keterlibatan mafia tanah dalam kasus tersebut. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menteri Nusron saat kunjungannya ke Bantul, Minggu lalu.
Menurut Menteri Nusron, kasus Mbah Tupon lebih tepat dikategorikan sebagai penipuan dokumen. Nilai ekonominya yang relatif kecil dan belum ditemukannya bukti sindikat menjadi alasan utama beliau belum menyimpulkan adanya keterlibatan mafia tanah. "Apakah ini (kasus tanah Mbah Tupon) bisa dikatakan mafia tanah, saya belum menyimpulkan. Pertama nilai ekonominya kecil, yang kedua sindikasinya," tegas Menteri Nusron.
Penjelasan lebih lanjut disampaikan terkait kriteria mafia tanah. Menteri Nusron menjelaskan bahwa kasus mafia tanah biasanya melibatkan lahan dengan luas ratusan hingga ribuan hektar, dengan kerugian mencapai ratusan miliar bahkan triliunan rupiah, serta memiliki jejaring yang luas. Kasus Mbah Tupon, menurutnya, tidak memenuhi kriteria tersebut. "Ini kan pelakunya dan korbannya baru satu, Mbah Tupon yang dilakukan orang itu. Tapi intinya ini kejahatan biasa, tidak ada unsur mensrea dari orang BPN, tidak ada," tambahnya.
Penjelasan Mengenai Proses Balik Nama Sertifikat
Menteri Nusron juga menjelaskan proses balik nama sertifikat tanah Mbah Tupon. Beliau menegaskan bahwa terdapat tanda tangan Mbah Tupon pada dokumen peralihan nama ke Indah Fatmawati. Keberadaan tanda tangan ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa proses di BPN telah berjalan sesuai prosedur. "Ketika saat membalikkan nama sertifikat kan memang faktanya ada tanda tangan Mbah Tupon. Faktanya. Selain itu tidak mungkin orang BPN bertanya apakah ini proses dulunya penipuan tanda tangan apa tidak, tidak sampai ke situ," jelasnya.
Meskipun demikian, Menteri Nusron menekankan bahwa penyelidikan kasus ini kini telah diserahkan kepada pihak kepolisian. Apabila ditemukan bukti keterlibatan pegawai BPN dalam pemalsuan dokumen atau rekayasa, maka akan ada tindakan tegas. "Kalau ada unsur rekayasa dan tanda tangan penipuannya melibatkan orang BPN pasti akan kami tindak orang BPN itu. Tapi ini pemalsuan dokumen, ini kan SPH (surat pelimpahan hak) melalui AJB (akta jual beli), Mbah Tupon tidak bisa baca, ditipu dan disuruh tanda tangan saja dan tanahnya dijual," kata Menteri Nusron.
Menteri juga memastikan bahwa tidak ada unsur kesalahan dari pihak BPN dalam kasus ini. Proses administrasi peralihan sertifikat telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, berdasarkan dokumen yang tersedia. Oleh karena itu, beliau menegaskan kembali bahwa kasus ini bukan termasuk kategori mafia tanah.
Kronologi Kasus Tanah Mbah Tupon
Kasus ini bermula dari penggelapan sertifikat tanah milik Mbah Tupon seluas 1.655 meter persegi. Tanah tersebut telah beralih nama tanpa sepengetahuan Mbah Tupon dan dijadikan agunan kredit sebesar Rp1,5 miliar di PNM. Keluarga Mbah Tupon telah melaporkan kasus ini ke Polda DIY dan berharap mendapatkan keadilan serta pengembalian hak atas tanah mereka.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat, terutama dalam hal kepemilikan tanah. Proses administrasi pertanahan yang transparan dan akuntabel sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penipuan dan penggelapan serupa di masa mendatang. Peran serta masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan setiap kecurigaan atas tindakan melawan hukum juga sangat penting.
Ke depan, diharapkan akan ada peningkatan pengawasan dan edukasi kepada masyarakat terkait perlindungan hak atas tanah. Penting bagi masyarakat untuk memahami prosedur administrasi pertanahan dan selalu waspada terhadap potensi penipuan. Dengan demikian, kasus serupa dapat dicegah dan keadilan dapat ditegakkan.